Menteri Desa PDTT Yandri Susanto pada Sabtu (1/2/2025) menggelar rapat yang turut dihadiri oleh Kabaharkam Polri, Komjen Pol Fadil Imran.
Dalam sebuah kesempatan, Menteri Desa menyebut Oknum LSM dan Wartawan Bodrex kerap mengganggu Kepala Desa, yakni minta-minta duit.
Menteri Desa dihadapan Kabaharkam Polri, Komjen Fadil Imran mengatakan “Gini pak Jenderal Fadil Imran, yang paling banyak ganggu Kepala Desa itu 2 pak, LSM sama Wartawan Bodrex”.
Disebut, oknum LSM dan Wartawan Bodrex itu bahkan “mutar” keliling desa secara bergilir, setelah minta di satu desa lanjut ke desa lainnya.
Video pernyataan Menteri Desa terkait wartawan bodrek viral di media sosial, bahkan mendapat reaksi dari sejumlah orang yang menyebut diri sebagai ketua organisasi.
Wartawan bodrex mesti ditertibkan karena tidak bekerja sebagaimana fungsi, tujuan, dan etik jurnalistik.
Sejatinya, wartawan bodrex itu adalah orang yang mengaku wartawan karena sudah menggantongi ID card pers, lalu bekerja “minta-minta” hingga membuat sakit kepala sejumlah pihak.
Bahkan, wartawan yang meminta “bagi hasil” kejahatan Kepala Desa pun dapat disebut wartawan bodrex karena prilaku tersebut menghambat langkah pemberantasan korupsi.
Sehingga, sangat tidak tepat ketika muncul sejumlah orang “buka suara” untuk membela wartawan bodrex, bahkan membelanya dengan menyalahkan maksud pernyataan menteri desa dalam pertemuan tersebut.
Dapat dipahami bahwa pernyataan menteri desa dalam kesempatan itu ditujukan kepada oknum LSM “preman” serta wartawan yang “minta-minta”.
Walaupun dalam pernyataan tersebut, Menteri Desa tidak mengapresiasi wartawan yang menjadi “Vitamin” bagi Pilar Demokrasi
Wal akhiru, terlepas dari ada-tidaknya maksud lain, dapat dipahami bahwa Menteri desa sama sekali tidak melempar pernyataan tersebut untuk wartawan yang bekerja dengan baik.
Penulis: Ridha (29), seorang pria yang masih magang di “Dunia” Jurnalistik.