Infoacehtimur.com, JAKARTA – Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Timur Tahun 2024 (PHPU Bupati Aceh Timur) yang diajukan oleh Paslon Sulaiman Tole – Abdul Hamid selaku Pemohon, kembali berlanjut pada Senin (10/2/2025)
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang lanjutan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat ini menghadirkan sejumlah Ahli dan Saksi para pihak yang beperkara.
Pemohon memanfaatkan kesempatan ini dengan menghadirkan Saksi untuk memperkuat argumentasi mengenai keterlibatan aparatur desa dalam pelaksanaan Pilkada Aceh Timur.
koordinator saksi Pemohon Agus Dian Purnama mengungkap adanya deklarasi dukungan dari kepala desa dan ASN di Kecamatan Birem Bayeun yang dilakukan di sebuah bengkel kopi dan dihadiri langsung oleh Paslon Nomor urut 3 Iskandar Usman Al Farlaky dan Zainal Abidin. Kemudian, kegiatan serupa berlanjut di rumah Kepala Desa Keude Birem.
Saksi lainnya, Madli Zaini, mengungkapkan adanya insiden pencoblosan ilegal di TPS 02, yakni lima orang-termasuk Ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS), mengambil surat suara yang belum terpakai dan mencoblosnya untuk Paslon Nomor Urut 03.
“Waktu itu saya lihat ada lima orang, salah satunya Ketua PPS. Panwas tidak ada di tempat, saya juga nggak sempat lapor,” ungkap Madli di hadapan majelis hakim, mengutip situs Mahkamah Konstitusi.
Madli mengaku bahwa ia tidak menandatangani C Hasil karena tidak menerimanya, sehingga tanda tangannya dipalsukan.
Sementara saksi Termohon (Paslon No. 3), Nuryadi yang merupakan anggota KPPS menerangkan tentang proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS 1 Ujong Tunong, Kec. Julok. “Disaat pembukaan kotak semua tanda tangan dan tidak ada keberatan,”terangnya.
Tidak Memenuhi Unsur TSM
Panel Hakim juga mendengarkan keterangan dari Zainal Abidin, Ahli yang dihadirkan oleh Pihak Terkait. Zainal menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan di tingkat nasional maupun Aceh memberikan ruang untuk menjaga kemurnian suara rakyat. “Koreksi dapat dilakukan berkali-kali untuk memastikan hasil yang benar, meskipun dalam perkara ini ruang tersebut tidak digunakan,” jelasnya.
Menanggapi dalil pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang diajukan Pemohon, Zainal berpendapat bahwa dalil tersebut tidak memenuhi unsur TSM. “Pelanggaran terstruktur dan sistematis hanya terjadi jika ada perencanaan matang dan pelaksanaan terorganisir. Pelanggaran masif harus terbukti dilakukan secara luas dan berdampak signifikan,” paparnya.
Ia juga menekankan bahwa narasi yang dibangun Pemohon seolah-olah menunjukkan pelanggaran besar, padahal setiap tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara memberikan ruang untuk koreksi. “TPS yang disebutkan Pemohon tidak relevan untuk dikategorikan sebagai pelanggaran TSM karena tidak menggunakan instrumen hukum yang tepat,” tambahnya.
Sedangkan Saksi Pihak Terkait, yakni Annas menjelaskan setiap saksi dari masing-masing Pasion Bupati/Wakil Bupati Aceh Timur baik Pasion 01, Pasion 02, Pasion 03 juga Pasion 04 menandatangani hasil perhitungan Suara pada masing-masing TPS yang berjumlah 766 yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Aceh Timur, tanpa keberatan apalagi keributan dari masing-masing dari Pasion.
Menurut Annas, ia tidak pernah mendapatkan laporan dari dari Saksi-saksi Paslon Nomor urut 02 di lapangan, baik saksi tingkat TPS, saksi kecamatan, juga saksi Kabupaten Aceh Timur yang melaporkan bahwa Pasion Nomor urut 03 melakukan pelanggaran dan kecurangan. Ini dikarenakan Saksi selalu berkoordinasi dengan saksi-saksi paslon lainnya baik di tingkat TPS, saksi Kecamatan, juga saksi Kabupaten Aceh Timur.
Dalam sidang pendahuluan sebelumnya, Pemohon menegaskan bahwa mereka merasa dirugikan akibat dugaan pelanggaran TSM yang melibatkan pejabat daerah, khususnya kepala desa dan aparatur desa. Pemohon menuduh para pejabat tersebut secara aktif mengarahkan warga untuk memilih Paslon Bupati dan Wakil Bupati Iskandar Usman Al Farlaky-Zainal Abidin, yang akhirnya memperoleh suara signifikan di berbagai TPS.
Pemohon menyatakan bahwa pihaknya telah melampirkan sejumlah bukti dan dalil terkait berbagai bentuk pelanggaran yang terjadi selama proses pemilihan. Salah satu sorotan utama adalah dugaan keterlibatan kepala desa dan aparatur desa di Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur, dalam memenangkan Pihak Terkait.