Infoacehtimur.com, Aceh – Krisis iklim global dan aktivitas manusia yang mengubah fungsi lingkungan menjadi penyebab meningkatnya intensitas bencana ekologis di Aceh. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Ichwana, S.T., M.P, Dosen Teknik Pertanian sekaligus Koordinator Program Studi Magister Pengelolaan Lingkungan Universitas Syiah Kuala (USK).
Menurut Prof. Ichwana, perubahan iklim yang kini berkembang menjadi krisis iklim menunjukkan kondisi bumi yang sudah mencapai titik kritis, hal ini ia sampaikan dalam perbincangan bersama RRI Banda Aceh, pada Minggu (26/10/2025) lalu.
“Kalau perubahan iklim, kita masih bisa memperkirakan adaptasinya. Tapi kalau krisis iklim, itu artinya perubahan iklim sudah mencapai titik puncak,” ujarnya.
Fenomena cuaca ekstrem yang akhir-akhir ini terjadi di Aceh, seperti suhu panas mencapai 36-37 derajat Celcius dan hujan deras yang menyebabkan banjir genangan, merupakan bentuk nyata dari bencana ekologis akibat faktor manusia atau antropogenik.
Baca Juga: Cuaca Ekstrem Terjang Pantai Pelangi Matang Rayeuk, Aceh Timur
Baca Juga: Prakiraan Cuaca Awal Agustus untuk Lintas Timur Aceh: Bireun-Aceh Tamiang
“Misalnya pembangunan yang mengubah daerah resapan air menjadi kawasan terbangun (build-up area). Akibatnya, ketika hujan turun, air tidak terserap dengan baik karena infiltrasi tanah berkurang,” jelasnya.
Pemerintah, akademisi, dan masyarakat perlu memastikan setiap program pembangunan memperhatikan aspek tata ruang dan daya dukung lingkungan.
“Pembangunan tidak bisa kita hentikan. Tapi harus dijalankan dengan perencanaan matang, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Ada titik-titik tertentu yang wajib diperhatikan agar dampak ekologis bisa diminimalkan,” tambahnya.



