Infoacehtimur.com | Aceh – Meugang merupakan tradisi masyarakat Aceh yang telah berlangsung sejak Abad ke-17 di masa Kejayaan Sultan Iskandar Muda. Pada momen ini semua masyarakat Aceh akan membeli daging untuk kemudian dihidangkan menjadi makanan sebelum Ramadhan tiba.
Tak hanya itu setiap orang yang memiliki kemampuan lebih atau kategori mampu, ia akan senantiasa menyisihkan sebagian hartanya untuk berbagi meugang untuk para fakir miskin. Bisa dikatakan, pada moment meugang, masyarakat saling bersuka cita dengan berbagi dan menyantap daging secara bersamaan.
Ironisnya, pada setiap moment meugang, harga daging melonjak naik selaras dengan naiknya permintaan. Jika pada hari biasanya berkisar dengan harga Rp.110.000 – Rp. 150.000 perkilogram, tetapi memasuki meugang bisa menyentuh harga Rp.200.000/kilogram daging sapinya.
Baca Juga:
- Armia Pahmi Ajak Masyarakat Bersatu untuk Aceh Tamiang yang Lebih Baik
- Aceh Timur Siapkan Peserta MTQ XXXVIII Pidie Jaya
- IRT di Kota Langsa Jadi Korban Penyerangan dan Perampokan Oleh OTK
- Surat Perintah Penangkapan PM Israel Netanyahu Resmi Diumumkan ICC
- Donasi Warga untuk Calon Bupati Aceh Timur Iskandar Alfarlaky – Zainal Abidin
(Kamis, 31/03/2022), ACT Aceh melalui program Lumbung Ternak Wakaf (LTW) yang di dukung oleh Bank Permata Syariah menyambut Meugang Hari ini dengan menyediakan daging terbaik dengan harga sangat terjangkau. Kegiatan ini dilakukan di Desa Lam Ara, Kecamatan Banda Raya, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.
“Kami menyambut baik dukungan Bank Permata Syariah, yaitu menyediakan daging dengan harga sangat terjangkau untuk masyarakat prasejahtera, skema yang kami lakukan yaitu kami mendatangkan domba-domba terbaik dari Lumbung Ternak Wakaf di lembah Barbatee yang merupakan wakaf dari Bank Permata Syariah, domba ini telah melewati masa penggemukan dan memiliki bobot serta kualitas daging terbaik. Selanjutnya ACT mensubsidi setiap paket daging yang dijual kepada masyarakat prasejahtera,” Jelas Ryanda Saputra, Kepala Cabang ACT Aceh.
Lumbung Ternak Wakaf (LTW) Barbatee yang terletak di Desa Ie Suum, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar ini merupakan salah satu upaya untuk menjawab kegelisahan masyarakat terkait mahalnya daging meugang. Dengan skema pengembangan peternakan secara terpadu, dan mendayagunakan semangat ummat pada asset produktif seperti wakaf tunai untuk penggemukan sapi, domba, tanah sebagai tempat peternakan dan pertanian, akhirnya akan membuat biaya produksi dan harga jual produk yang dihasilkan akan sangat terjangkau.
“LTW Barbatee ini merupakan wakaf dari beberapa pengusaha local di Aceh dan juga Bank Permata Syariah, kita berharap semangat berwakaf pada asset produktif khususnya dalam program keamanan pangan yang kita inisiasi dalam bentuk LTW ini terus berkembang dalam menyebar luaskan manfaat bagi masyarakat prasejahtera,”Kata Ryanda Saputra.
Salah satu masyarakat yang berbahagia dalam momen ini adalah Ibu Halimah(58 Tahun). Beliau Ibu Rumah Tangga yang baru saja sembuh dari penyakit strok beberapa bulan lalu. Ia memiliki 3 orang anak yang bekerja serabutan untuk bertahan hidup.
“Setiap hari meugang saya selalu teringat dengan almarhum suami yang menenteng daging untuk di masak dan disantap bersama anak-anak. Karena itu hari ini saya bersyukur, walaupun almarhum tidak ada lagi, saya masih bisa membawa daging meugang untuk anak-anak dirumah,” Ujar Bu Halimah dengan raut wajah yang antara sedih dan senang.
Kisah lain juga datang dari Ibu Rojiati (56 tahun), sudah lama menjanda kini ia berjuang seorang diri dengan berjualan sayur keliling dari satu rumah ke rumah yang lain. Saat ini ia menghidupi seorang anaknya yang sedang menempuh pendidikan di salah satu pesantren. Tak mau bersedih, ia juga tetap berusaha menyediakan daging meugang untuk putri tercintanya.
“Kalau anak orang lain bisa menikmati daging meugang, anak saya juga harus bisa mencicipinya walaupun tidak banyak, saya tidak akan membiarkan anak saya bersedih, orangtua mana yang sanggup melihat anaknya duduk disudut rumah sedangkan teman-temannya penuh kegembiraan menyantap daging meugang yang dibawa oleh orangtuanya”, Tutup Bu Rojiati sambil menenteng daging meugang yang baru saja ia dapatkan di kegiatan ini.***