Infoacehtimur.com, Aceh – Badan Reintegrasi Aceh (BRA) dibentuk pada 15 Februari 2006. Fungsi lembaga pemerintah ini ialah untuk menghadirkan program-program yang dapat mendorong kesejahteraan mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan korban konflik di Aceh.
BRA sudah beberapa kali berganti kepemimpinan. Pada 25 November 2022, Suhendri, atas rekomendasi Muzakir Manaf selaku ketua Komite Peralihan Aceh (wadah mantan GAM), ditunjuk sebagai Kepala BRA yang baru. Ia dikenal sebagai kontraktor proyek-proyek pemerintah.
Tanggal 15 Juli 2024, ia ditetapkan sebagai tersangka proyek pengadaan budi daya ikan kakap dan pakan rucah untuk korban konflik senilai Rp15,7 miliar.
Baca Juga: kasus 15 Milyar Uang Bantuan BRA di Aceh Timur Berlanjut, 82 Saksi Diperiksa
Baca Juga: Berikut, Daftar Nama Penerima Bantuan BRA 15 Miliar di Aceh Timur
Selain Suhendri, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menetapkan beberapa tersangka lainnya, yakni ZF (koordinator atau penghubung Ketua BRA), Mhd (Kuasa Pengguna Anggaran pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan runcah), M (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan runcah), ZM (peminjam perusahaan untuk pelaksanaan pengadaan budidaya ikan kakap dan pakan runcah), HM (koordinator atau penghubung rekanan penyedia).
Setelah beberapa bulan pemeriksaan, Kejati Aceh akhirnya menahan mereka pada 15 Oktober lalu.
Dari hasil pemeriksaan, proyek tersebut dimulai pada 7-30 Desember 2023 dengan dana bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) Perubahan 2023. Kepada Jaksa Penuntut Umum, Zamzami mengakui proyek itu berasal dari dana pokir Saiful Bahri alias Pon Yaya, mantan Ketua DPR Aceh dari Partai Aceh.
Setelah uang dicairkan dari bank dalam bentuk uang tunai, Zamzami mengantarkan seluruh uang itu ke Suhendri.
“Kami antar menggunakan dua mobil ke sebuah showroom mobil di Banda Aceh pada 29 Desember 2023 sore. Semua ada buktinya,” kata Zamzami kepada Pintoe.co beberapa bulan lalu.

Proyek ini sejatinya dibuat untuk membantu para korban konflik di Aceh Timur punya usaha budi daya perikanan sehingga mereka bisa sejahtera.
Dalam dokumen proyek tertulis ada sembilan kelompok masyarakat korban konflik di Aceh Timur yang akan memperoleh bantuan tersebut. Total anggarannya Rp15,7 miliar.
Namun, sembilan kelompok itu mengaku tidak pernah mengajukan maupun menandatangani pengajuan hibah untuk budi daya ikan kakap dan pakan rucah untuk masyarakat korban konflik.
Baca Juga: Kejari Aceh Timur Setor Uang 2 Milyar Lebih Dari Hasil kasus korupsi
Baca Juga: Penipuan Berkedok Rumah Bantuan, Warga Aceh Timur Tertipu Puluhan Juta Rupiah
Orang-orang yang jadi anggota kelompok mengaku tak pernah mendapat bantuan dari BRA. Hal ini menjadi pegangan kuat bagi pihak kejaksaan untuk menetapkan bahwa BRA di bawah kepemimpinan Suhendri telah membuat proyek fiktif yang keuntungannya dinikmati segelintir orang.
“Sembilan kelompok penerima manfaat itu direkayasa termasuk surat-surat. Mereka tidak pernah mengajukan dan menandatangani pengajuan. Proses evaluasi dan monitoring hibah kepada semua anggota kelompok adalah palsu,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan.
Halaman Selanjutnya