![](https://infoacehtimur.com/wp-content/uploads/2023/02/Desa-Bukit-Pala-Menjadi-Penyelamat-Bagi-Kepunahan-Tradisi-Khanduri-Uteun-Kenduri-untuk-Harimau-1024x579.jpeg)
Penulis: Mukhsin / Editor: Ridha
Infoacehtimur.com / Citizen – Warga Aceh tentu pernah mendengar ataupun melaksanakan Khanduri Blang, lalu Bagaimana dengan Khanduri Uteun ?. Khanduri uteun merupakan tradisi masyarakat Aceh melayangkan pinta keselamatan dan pengungkapan syukur kepada Allah Sang Pencipta untuk rahmat kekayaan alam yang telah diciptakannya, termasuk Hutan serta Satwa dalam Hutan. Khanduri Uteun dilaksanakan oleh Desa yang mayoritas masyarakatnya memanfaatkan hasil hutan yang bertujuan untuk ketentraman dan kemakmuran lahan bertani, berkebun dan beternak. Syukuran Khanduri Uteun dilaksanakan dengan harapan Allah Sang Pencipta memelihara keselamatan warga dari gangguan makhluk halus dan binatang buas, serta sebagai wujud syukur.
Namun sangat disayang, saat ini Khanduri Uteun tidak lagi sepopuler Khanduri Blang. Bahkan, pelaksanaannya di Aceh Timur hanya ditemukan di Gampong (Desa) Bukit Pala, Kecamatan Peureulak. Gampong Buket Pala Merupakan salah satu Gampong yang berada di kemukiman Bandar Khalifah, dan dikenal sebagai salah satu Gampong yang merupakan Warisan Kerajaan Peureulak. Buket Pala di Bandar Khalifah memiliki sejumlah kawasan lahan potensial, baik berupa Ladang Pertanian maupun Perkebunan serta lahan untuk binatang ternak.
Menurut narasumber Bapak Yusri (64 Tahun), berdasarkan keterangan ayahnya yaitu Tgk Muhammad Yakop (90) dimana keterangan tersebut bersumber dari riwayat kakek dari narasumber bernama Tgk Muhammad Amin (100 Tahun) menerangkah ihwal latar belakang Khanduri Uteun. Sekitar abad 17, ladang masyarakat Gampong Buket Pala dirusak oleh gajah, tikus, burung dan babi hutan serta harimau liar yang memangsa binatang ternak masyarakat. Untuk mengatasi masalah ini Nenek Moyang Kami melakukan sebuah ritual untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari gangguan hama dan harimau atau binatang liar dari Gampong mereka, yaitu ritual erupa Khanduri Uteun.
Selain bersebab hama, ada pula Kenduri Uteun ditempat lain di Aceh Timur menurut Bapak Abdul Manaf (68 Tahun) Kanduri Uteun (pada pertengahan abad ke 17) dilakukan oleh masyarakat yang hendak membuka hutan untuk lahan pertanian. dengan harapan tidak ada gangguan dari makhluk hutan baik makhluk halus maupun binatang liar seperti harimau, Ular, Gajah dan lain-lain agar tidak diganggu saat pembukaan lahan dan tanaman yang ditanam oleh masyarakat, namun untuk saat ini sudah sangat langka Kenduri Uteun Ini dilaksanakan lagi.
Secara harfiah, Khanduri Uteun tersusun oleh dua kata yaitu kenduri dan Utuen. Kanduri berarti Kenduri, sedangkan Uteun berarti Hutan, secara bahasa Khanduri Uteun dapat Diartikan Kenduri Hutan. Dapat didefinisikan bahwa Khanduri Uteun Merupakan ritual yang dilakukan oleh masyarakat untuk memohon perlindungan kepada Allah dari berbagai gangguan binatang liar dan hama terhadap lahan pertanian, perkebunan dan peternakan masyarakat. Menurut Bapak Abdul Manaf (68 Tahun), beberapa abad sebelumnya, Kenduri Uteun dilaksanakan dikawasan makam para ulama setempat, disertakan ziarah kubur.
Baca Juga: - Tiga Ekor Kambing Milik Warga Peunaron Dimangsa Harimau - Breaking News: Satu Ekor Harimau Mati di Aceh Timur
Khanduri Uteun oleh warga dan aparatur Gampong Buket Pala dilaksanakan di lingkungan Makam Nur Khadimah yang merupakan seorang Ulama Karomah, Anak dari Raja Peureulak dan sepupuan dengan Putri Nurul’ Ala. Khanduri Uteun dilaksanakan setiap Bulan Juni oleh masyarakat berdasarkan hasil Rapat Desa atau meusuerumbang Gampong Buket Pala, yang digelar seminggu sebelum Kenduri Uteun dilaksanakan. Rapat tersebut dihadiri oleh tokoh adat, Tgk Imam Gampong, tokoh agama, Aparatur Gampong dan Masyarakat Gampong Bukit Pala untuk membahas penentuan Hari/Tanggal baik dan mulia untuk pelaksanaan Kenduri Uteun.
Adapun proses pelaksanaan acara khanduri uteun ialah Imam Gampong harus menyembelih seekor ayam berwarna putih, harus warna putih yang memiliki makna atau nilai kesucian sebagai makanan istimewa untuk Harimau Hutan. Selanjutnya, Ayam tersebut dimasak oleh istri Imam Gampong tanpa menggunakan garam dan harus utuh (tidak boleh diambil; dimakan, sedikitpun. Kemudian Ayam yang telah masak dimasukan kedalam Teu Malam atau Bulung (bahan; Pelepah Pinang) untuk diberikan sebagai makanan harimau. Pemberian hanya boleh dilakukan oleh Peutua Gampong yang telah ditunjuk oleh tokoh adat dan agama.
Ayam yang telah dimasak tanpa bumbu dan di packing dengan pelepah itu diberikan kepada Harimau penjaga Hutan di sekitar Makam Nur Khadimah, dengan cara memanggil harimau. Berikut kalimat yang disuarakan oleh pemanggil harimau; “Ho Keuh Ka?, Nyompat Yang Raseuki Kah Ka Ku Keubah Nyan Keuhnyo Ikah Menyo Katroh Bathon Dan Bak Uro Jaga Binatang Laen Bek Tron U Gampong”, (Dimana Kau ?, Inilah jatah yang termasuk bagian dari rezekimu setelah sampai tahun dan hari dimana kau telah menjaga binatang lain supaya tidak turun masuk ke kampung).
Setelah Ayam Putih diberikan kepada Harimau Hutan, para warga Buket Pala melakukan pembersihan kawasan acara Khanduri Uteun secara bersama-sama hal ini mencerminkan nilai gotong royong dan kebersamaan masyarakat. Kemudian masing-masing warga menyembelih satu ayam kampung secara bersama-sama dan dipimpin oleh Ketua Imam Gampong dengan cara dibacakan Bismillah dan takbir secara serentak. Pada tahap ini ayam yang disembelih tidak boleh ayam selain Ayam Kampung, karena bila bukan ayam kampung di percayai ayam akan mati sebelum tiba ditempat pelaksanaan Khanduri Uteun. Sejumlah Ayam yang telah disembelih itu dimasak oleh Masyarakat di sekitaran makam Nur’ Khadimah. Ayam Yang dimasak tidak boleh dalam bentuk Goreng atau sambal karena ini menjadi sebuah pantangan dalam pelaksanaan Khanduri Uteun di Gampong Bukit Pala.
Semua masakan ayam yang siap saji itu dikumpul oleh seorang peutua, dari masing-masing kuali diambil satu potong dan dikumpulkan untuk diberikan kepada anak-anak yatim, termasuk yatim-piatu. Setelah makanan diberikan kepada anak Yatim, masyarakat membaca do’a bersama untuk meminta perlindungan kepada Allah SWT dari segala bahaya bagi lahan pertanian, perkebunan dan peternakan serta bersyukur atas segala anugrah Allah terhadap hasil pertanian, perkebunan dan peternakan yang telah Allah berikan. Selanjutnya dilakukan prosesi Peusijuk Breuh Pade (Biji Padi), Biji Coklat, biji Kelapa Sawit dan berbagai jenis bijian lainnya dengan harapan semua biji-bijian tersebut Allah berikan kesuburan, kemakmuran dan keberkahan dari hasil yang didapatkan nanti.
Setelah semua prosesi adat dilaksanakan, barulah masyarakat melakukan makan bersama-sama beserta tamu yang hadir di kawasan Makam Nur Khadimah. Setelah acara semua selesai masyarakat sama-sama menaikan Panji Berwarna Putih di atas pohon tertinggi di sekitaran makam Nur Khadimah yang bertujuan untuk memberitahukan kepada Alam dan Binatang disini telah tuntas dilaksanakan Khanduri Uteun.