Runtuhnya pemerintahan terjadi hanya beberapa minggu sebelum Bulgaria dijadwalkan beralih ke mata uang euro pada 1 Januari. Meski dilanda krisis politik, transisi euro dipastikan tetap berjalan. Namun sebelumnya, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde telah memperingatkan bahwa transisi tersebut berpotensi memicu kenaikan inflasi dalam jangka pendek.
Pengunduran diri Zhelyazkov memperpanjang ketidakstabilan politik Bulgaria dan membuka kemungkinan pemilihan umum dini dalam beberapa bulan mendatang.
Situasi ini berpotensi mengubah lanskap geopolitik negara tersebut. Salah satu figur yang diperkirakan mengambil keuntungan adalah Presiden Rumen Radev, politisi paling populer di Bulgaria, yang dikabarkan tengah mempertimbangkan pembentukan partai baru. Radev dikenal kritis terhadap dukungan Barat kepada Ukraina.
Baca Juga: Azhari Cagee Berang, BRA Lebih Baik Dibubarkan Saja, Anggaran Hanya Rp 24,8 Miliar
Baca Juga: Bupati Al-Farlaky Sambut Pendemo dengan Dialog Terbuka
Bulgaria, negara Balkan berpenduduk sekitar 6,5 juta jiwa, telah lama dicap sebagai salah satu anggota Uni Eropa paling korup oleh Transparency International.
Kegagalan menjatuhkan vonis tingkat tinggi terhadap kasus korupsi selama bertahun-tahun menjadi bahan bakar kemarahan publik—hingga akhirnya meledak menjadi gelombang protes yang dipimpin Generasi Z.
Krisis Legitimasi
Runtuhnya pemerintahan Rosen Zhelyazkov menandai lebih dari sekadar pergantian kabinet. Peristiwa ini mencerminkan krisis legitimasi struktural yang telah lama menghantui politik Bulgaria, di mana pemilu yang berulang tidak pernah benar-benar menghasilkan stabilitas pemerintahan maupun kepercayaan publik.
Halaman Selanjutanya

