Infoacehtimur.com | Internasional – Greenpeace Indonesia menegaskan bahwa pembelian energi fosil dari negara agresor seperti yang sedang dilakukan Pertamina dengan membeli minyak dari Rusia, bertentangan dengan kecaman terhadap perang di Ukraina yang telah dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo.
“Membeli minyak Rusia berarti memberikan pendapatan bagi negara tersebut, yang besar kemungkinan akan dipakai sebagai modal untuk melanjutkan invasi tidak sahnya di Ukraina,” ucap Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia dalam keterangannya, Jumat (1/4/2022).
Dia mengatakan, seharusnya Indonesia yang memegang G-20 Presidency tahun ini, bersikap lebih proaktif untuk mengupayakan perdamaian, bukannya justru memanfaatkan kesempatan untuk keuntungan jangka pendek, seperti yang diperlihatkan oleh tindakan Pertamina. “Sebagai organisasi yang mengedepankan perdamaian, Greenpeace mengecam kekerasan, perang, di wilayah manapun, negara apa pun di dunia ini,” tegasnya.
Baca Juga:
- Geusyik di Banda Alam di Duga Ada Mengintervensi Aparatur Tak Sesuai Qanun, Ini Kata Gesyik
- Polda Kembali Gagalkan Penyeludupan Ratusan Kilo Sabu dan Ribuan Ekstasi Jaringan Internasional Aceh – Malaysia
- Lagi Sabu 53,6 kg Jaringan Internasional Thailand-Indonesia, Dua Tersangka Asal Aceh di Amankan
Informasi terbaru, pihak Greenpeace mengklaim bahwa para aktivis Greenpeace dari Denmark, Swedia, Norwegia, Finlandia, dan Rusia tengah melakukan blokade terhadap kegiatan pemindahan minyak Rusia dari kapal ke kapal di laut di Denmark utara.
Dengan menggunakan kayak dan perahu karet, para aktivis telah menempatkan diri mereka di antara dua supertanker dalam upaya untuk memblokir kapal tanker minyak mentah Pertamina Prime yang memiliki panjang 330 meter dari upaya mentransfer 100.000 ton minyak Rusia dari supertanker lain, Seaoath, di perairan Eropa.
Pihak Greenpeace mengingatkan bahwa setiap kali minyak atau gas Rusia dibeli, pendanaan untuk perang di Ukraina bertambah. Investigasi dan pelacakan yang dilakukan oleh Greenpeace Inggris telah mengidentifikasi setidaknya ada 299 supertanker yang membawa minyak dan gas dari Rusia sejak awal invasi ke Ukraina pada 24 Februari, dan 132 di antaranya menuju ke Eropa.
Greenpeace menyerukan divestasi global dan penghentian penggunaan bahan bakar fosil dan embargo bahan bakar fosil Rusia untuk menghentikan pendanaan perang.
Baca Juga:
- Enam Tersangka Jaringan Narkoba Internasional Di Aman kan Polda Aceh
- Polda Aceh Kembali Mengungkapkan Peredaran Narkoba Jaringan Internasional
- BREAKING NEWS : Jokowi Beri BLT Minyak Goreng Rp300 Ribu untuk 20,5 Juta Orang Miskin
Sune Scheller, Kepala Greenpeace Denmark dari atas perahu karet di Kattegat mengatakan, “Sangat jelas bahwa bahan bakar fosil dan uang yang mengalir ke dalamnya adalah akar dari penyebab krisis iklim, konflik, dan perang, yang menyebabkan penderitaan besar bagi banyak orang di seluruh dunia.
Pemerintah-pemerintah seharusnya tidak lagi membuang uang ke bahan bakar fosil yang menguntungkan segelintir orang dan memicu perang, seperti yang terjadi sekarang di Ukraina.
Jika kita ingin berdiri untuk perdamaian, kita harus mengakhiri ini dan segera keluar dari kecanduan kita akan minyak dan gas.”
Sejauh ini, negara-negara Uni Eropa belum dapat mencapai kesepakatan tentang larangan impor minyak, gas, dan batu bara Rusia.
Baca Juga:
- Armia Pahmi Ajak Masyarakat Bersatu untuk Aceh Tamiang yang Lebih Baik
- Aceh Timur Siapkan Peserta MTQ XXXVIII Pidie Jaya
- IRT di Kota Langsa Jadi Korban Penyerangan dan Perampokan Oleh OTK
- Surat Perintah Penangkapan PM Israel Netanyahu Resmi Diumumkan ICC
- Donasi Warga untuk Calon Bupati Aceh Timur Iskandar Alfarlaky – Zainal Abidin
Greenpeace menyerukan kepada pemerintah untuk membuat pilihan jangka panjang dalam menanggapi perang di Ukraina, yang akan membantu menciptakan perdamaian dan keamanan, dan mengambil keputusan yang akan menciptakan masa depan yang stabil, seperti transisi cepat ke energi terbarukan dan menggandakan investasi untuk efisiensi energi.
Energi terbarukan sekarang merupakan bentuk listrik baru termurah yang mengurangi biaya bahan bakar fosil hampir di semua tempat di planet ini.
Sunne Scheller menambahkan, “Kita sudah memiliki solusinya dan mereka lebih murah dan lebih dapat dicapai daripada sebelumnya. Yang kita butuhkan hanyalah kemauan politik untuk secara cepat beralih ke energi terbarukan berkelanjutan yang damai dan berinvestasi dalam efisiensi energi.
Ini tidak hanya akan menciptakan lapangan kerja, menurunkan tagihan energi, dan mengatasi krisis iklim, tetapi juga akan mengurangi ketergantungan kita pada bahan bakar fosil impor yang memicu konflik di dunia.”
Rusia adalah pemasok bahan bakar fosil terbesar ke Uni Eropa, dan pada tahun 2021 negara-negara Eropa membayar hingga $285 juta per hari untuk minyak Rusia.
Pada 2019, lebih dari seperempat impor minyak mentah UE dan sekitar 40% impor gas fosilnya berasal dari Rusia, begitu pula hampir separuh impor batu baranya. Impor energi UE dari Rusia bernilai €60,1 miliar pada tahun 2020.***