Di tengah-tengah keindahan alam Aceh Timur, terdapat sebuah jembatan yang menjadi urat nadi kehidupan bagi masyarakat Desa Srimulia dan Peunaron. Jembatan Srimulia, yang menghubungkan dua desa ini, merupakan satu-satunya jalur utama yang memungkinkan masyarakat untuk mengakses kebutuhan hidup dan mengangkut hasil bumi.
Namun, jembatan yang dibangun pada tahun 1992 ini kini terancam kehancuran. Konstruksi jembatan yang miring dan lantai yang terbuat dari kayu yang sudah lapuk dan keropos membuat kendaraan roda empat tidak dapat melintas. Abutment jembatan yang ambruk sejak tahun 2018 membuat jembatan ini nyaris putus.
Jembatan Srimulia bukan hanya sekedar infrastruktur, tetapi juga merupakan nyawa bagi masyarakat Desa Srimulia dan Peunaron. Lebih dari 700 jiwa penduduk desa ini bergantung pada jembatan ini untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengangkut hasil bumi. Jika jembatan ini terputus, maka masyarakat akan terisolir dan mobilitas mereka akan lumpuh total.
Baca Juga: Jembatan Penyeberangan Rusak, Warga Terpaksa Naik Rakit
Baca Juga: Jembatan Menuju Gampong Alue Teh Rusak Parah
“Jembatan ini adalah urat nadi kehidupan kami. Kami bergantung pada jembatan ini untuk mengakses kebutuhan hidup dan mengangkut hasil bumi. Jika jembatan ini terputus, maka kami akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup,” kata seorang warga Desa Srimulia.
Jika jembatan ini benar-benar terputus, maka masyarakat harus menempuh akses jalan sepanjang 42 Km melalui Langsa untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengangkut hasil bumi. Hal ini akan sangat merepotkan dan membebani masyarakat.
Pemerintah diharapkan dapat segera mengambil tindakan untuk memperbaiki jembatan ini sebelum terlambat. Jembatan Srimulia adalah salah satu contoh dari banyaknya infrastruktur yang membutuhkan perhatian dan perawatan. Kami berharap pemerintah dapat memberikan perhatian yang lebih besar pada jembatan ini dan memastikan keselamatan masyarakat Desa Srimulia dan Peunaron.


