Infoacehtimur.com, Aceh – Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk Faisal Ali alias Abu Faisal, mendesak Pemerintah Aceh untuk menghadirkan lembaga pengawasan bagi guru agama.
Lembaga tersebut bertugas mencari tahu rekam jejak dari setiap pengajar di Aceh. Hal ini merujuk pada maraknya pelecehan seksual terhadap pelajar di tingkat dayah oleh sejumlah oknum guru agama.
“Kehadiran lembaga pengawasan guru tersebut juga untuk meminimalisir kasus-kasus kekerasan, tidak hanya dalam konteks seksual, tapi juga kekerasan fisik lainnya,” kata Abu Faisal kepada AJNN, Ahad, 4 Agustus 2024.
Baca Juga: Perkosa 2 Santriwati, Pimpinan Pesantren Divonis 150 Kali Cambuk di Langsa
Baca Juga: Modusnya Belajar Ilmu Nahu, Pimpinan Pesantren Ini Lecehkan 8 Santri di Aceh
Selama ini, kata Abu Faisal, di Pemerintah belum ada lembaga atau suatu kebijakan yang mengawasi dan membina guru agama. Sehingga, ini perlu dibuat untuk lebih memastikan kredibilitas seorang pengajar.
“Misalnya, Tgk, Kiayi atau lainnya itu selama ini dimana mereka menimba ilmu,” kata Abu Faisal.
Menurut Abu Faisal jika seorang guru telah memiliki legalitas agama atau rekam jejak, baru boleh diberikan izin untuk membuka balai pengajian. Sebab, selama ini terlalu bebas dan perlu diawasi.
“Termasuk MPU (tidak ada pengawasan), karena tidak ada kewenangan dan landasan apapun. Sehingga seseorang dengan mudah membuka balai pengajian atau sekolah boarding,” kata dia.
Baca Juga: Pengemis Berkedok Pembangunan Pesantren Diamankan
Baca Juga: Di Aceh, Seorang Pimpinan Pesantren Tega Nodai Santri yang Masih Dibawah Umur
Ulama Aceh ini meminta masyarakat perlu melihat kembali rekam jejak sebuah balai pengajaran agama yang akan dijadikan untuk pendidikan, jangan hanya dilihat dari fasilitas balai itu saja yang lengkap, namun juga perlu melihat rekam jejak pengajar.
“Bukan hanya memberikan fasilitas-fasilitas yang bagus, tetapi sangat penting adalah melihat dari sisi si pemimpin itu.
Kadang-kadang masyarakat tidak melakukan itu, terkadang hanya bermodalkan suara bagus langsung dijadikan pimpinan lembaga boarding.
Ke depan tidak dibolehkan seperti itu, siapapun yang ingin membangun lembaga boarding atau pesantren, itu harus ada lembaga atau pihak yang menyeleksi memberikan rekomendasi,” demikian Abu Faisal.
Artikel ini telah tayang di: Ajnn.net