Di dayah ini Ahmad Dewi diasuh di bawah bimbingan Abu Saleh (Pakcik Tgk. Ahmad Dewi/salah seorang anak Abu Meunasah Kumbang) yang juga menjadi guru di Dayah MTI.
Abu Saleh dikenal sebagai kader militan yang kerap berurusan dengan aparat keamanan era Suharto.
Ahmad Dewi juga sempat menuntut ilmu di sebuah pesantren yang dipimpin oleh Tgk. H. Sofyan di Matang Kuli, sekitar tahun 1968 sampai 1970, setelah itu ia kembali ke Idi Cut. Saat itu dayah MTI tidak aktif lagi sepeninggal Tgk.
Muhammad Thaib (w. 1968), dan kiblat pendidikan di Idi Cut telah beralih ke Dayah Darussa’dah Idi Cut di bawah pimpinan Tgk. H. Abdul Wahab. Pada masa ini Tgk. Ahmad Dewi juga sempat belajar pada Tgk. H. Abdul Wahab Idi Cut sambil bekerja mencari nafkah.
Faktor kesulitan ekonomi menuntut Ahmad Dewi untuk bekerja sambil belajar diusianya yang masih belia (sekitar 19 tahun).
Ia memanfaatkan potensi diri dan bakat oratornya dengan bekerja sebagai pedagang obat kaki lima. Bagi Ahmad Dewi, berdagang obat juga media berdakwah, maka ia berkeliling Aceh sambil berdagang obat dengan tetap menjadikan dayah sebagai tempat domisilinya.
Oleh karena itu, ia tetap menjadi santri dayah Idi Cut (Darussa’dah) dan Matang Kuli sebab ia bolak-balik melakukan perjalanan antara dua daerah ini.
Suatu kali dalam tahun 1973, pimpinan Dayah MUDI Mesjid Raya, Samalanga berkunjung ke Matang Kuli. Kunjungan ini memang kerap dilakukan Tgk. H. Abdul ‘Aziz (biasa disapa Abon Samalanga) karena Tgk. H. Sofyan (pimpinan dayah Matang Kuli) merupakan salah seorang murid Abon Samalanga.
Keberadaan Teungku Ahmad Dewi muda menarik perhatian Abon setelah beliau tahu bahwa Ahmad Dewi adalah cucu Abu Meunasah Kumbang.
Sejak saat itu Teungku Ahmad Dewi pun nyantri di Samalanga karena diajak oleh Abon untuk belajar di Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga.
Halaman Selanjutnya