Jakarta | Kementerian Agama memberikan klarifikasi dan pernyataan keberatan atas pemberitaan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait aturan pengeras suara masjid. Kemenag menegaskan tidak ada pernyataan Yaqut yang bersifat membandingkan antara aturan pengeras suara dan gonggongan anjing.
Berikut ini surat klarifikasi dan pernyataan keberatan dari Kemenag kepada redaksi detikcom dan cnnindonesia.com:
Dengan hormat,
Sehubungan dengan berita berjudul “Menag Bandingkan Aturan Toa Masjid dengan Gonggongan Anjing” dan “Kala Menag Bandingkan Aturan Pengeras Suara Masjid dengan Gonggongan’ yang terbit di detik.com, serta berita berjudul “Menag Yaqut Bandingkan Aturan Speaker Masjid dengan Gonggongan Anjing” yang terbit di cnnindonesia.com, bersama ini kami menyampaikan keberatan atas framing berita-berita tersebut.
Keberatan ini disampaikan karena kami menilai secara substansif, judul dan lead berita yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas tidak pernah mengeluarkan statement yang memperbandingkan antara aturan pengeras suara dengan gonggongan anjing.
Penggunaan kata ‘Bandingkan’ pada judul berita tersebut kami nilai sebagai bentuk pengabaian prinsip-prinsip kerja jurnalistik sebagaimana antara Iain tertuang dalam Kode Etik Jurnalistik (pasal 1 dan 3), Kode Etik Wartawan Indonesia, Kode Kehormatan internasional Jurnalistik maupun Kode Berita PBB. Dampak dari pengabaian prinsip kerja jurnalistik ini telah mengakibatkan kekeliruan pemahaman pembaca dan memicu kegaduhan di tengah masyarakat Indonesia. Kementerian Agama menyayangkan hal ini apalagi berita/informasi yang tak benar ini justru terus dimasifikasi dan diolah ulang sehingga kian mengaburkan fakta yang sebenarnya.
Atas hal tersebut, Kementerian Agama meminta agar detik.com dan cnnindonesia.com segera memberikan klarifikasi permintaan maaf, dan melakukan perbaikan atas berita/informasi yang ditayangkan sebagaimana merujuk UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Hak Jawab ini selambat lambatnya harus ditayangkan pada Jumat (25/2/2022) pukul 18.00 WIB.
Demikian, pernyataan keberatan ini kami sampaikan untuk menjadi perhatian. Sebagai bahan penimbangan, berikut kami sampaikan transkrip lengkap dari pernyataan Menag di Pekanbaru saat menjawab pertanyaan wartawan, serta hasil telaah dari Tim Kementerian Agama.
Transkrip Statement:
Soal aturan azan, kira sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kira tidak melarang masjid-musala menggunakan Toa, tidak. Silakan. Karena kita tahu itu bagian dari syiar agama Islam. Tetapi ini harus diatur, tentu saja. Diatur bagaimana volume speaker, toanya tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu, sebelum azan dan setelah azan, bagaimana menggunakan speaker di dalam dan seterusnya. Tidak ada pelarangan.
Aturan ini dibuat semata mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis. Meningkatkan manfaat dan mengurangi mafsadat. Jadi menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan.
Karena kita tahu, misalnya ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100 meter, 200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka semua menyalakan Toa-nya di atas, kayak apa. Itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya.
Kita bayangkan lagi, saya muslim. Saya hidup di lingkungan nonmuslim, Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim itu membunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan, itu rasanya bagaimana.
Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya kiri, kanan, depan, belakang pelihara anjing semua. Misalnya, menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Bahwa suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada yang merasa terganggu.
Agar niat menggunakan Toa menggunakan speaker sebagai sarana, wasilah untuk melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan, tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama dengan keyakinan kita. Berbeda keyakinan kita harus tetap hargai.
Telaah
1. Tidak ada kata membandingkan atau mempersamakan antara azan atau suara yang keluar dari masjid dengan gonggongan anjing;
2. Menag justru mempersilahkan umat menggunakan pengeras suara di masjid dan musala untuk beragam keperluan, hanya penggunaannya diatur sesuai ketentuan dalam edaran;
3. Menag menjelaskan sejumlah contoh kondisi kebisingan, bukan membandingkan satu dengan lainnya, dan hal itu dilakukan diawali dengan kata bayangkan. Ada tiga contoh kebisingan yang dibayangkan Menag dan sekali lagi tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya:
a. Di daerah yang mayoritas muslim, hampir setiap 100 meter, 200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka semua menyalakan Toa nya di atas, kayak apa. Itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya.
b. Bayangkan lagi, saya muslim yang hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim membunyikan Toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng secara bersamaan. Itu rasanya bagaimana.
c. Kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua, Misalnya, menggonggong dalam waktu yang bersamaan. Kita ini terganggu nggak?
4. Dari tiga contoh kebisingan itu, Menag mengambil benang merah bahwa suara-suara, apa pun suara itu, harus diatur supaya tidak menjadi gangguan.
Kesimpulan Judul berita:
1. Menag Bandingkan Aturan Toa Masiid dengan Gonggongan Anjing dengan lead: Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat edaran mengatur penggunaan Toa di masjid dan musala. Yaqut lalu membandingkan aturan tersebut dengan gonggongan anjing.
2. Kala Menag Bandingkan Aturan Pengeras Suara Masiid dengan Gonggongan dengan lead: Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara atau di masjid dan musala. Yaqut kemudian membandingkan aturan volume suara ini dengan gonggongan anjing.
3. “Menag Yaqut Bandingkan Aturan Speaker Masjid dengan Gonggongan Anjing” dengan lead: Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan penggunaan pengeras suara di masjid harus diatur agar tercipta hubungan yang lebih harmonis dalam kehidupan antarumat beragama. Dia pun mengibaratkan gonggongan anjing yang mengganggu hidup bertetangga.
ketiga judul itu misleading dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Baca Juga :
- KIP Mulai Pleno Rekapitulasi Suara Rakyat Aceh Timur
- Gudang KIP Aceh Tamiang Dijaga Brimob, Polisi Tingkatkan Kewaspadaan
- Kejari Aceh Tamiang Tahan Tiga Tersangka Korupsi Proyek Jalan Rp 2,88 Miliar
- Owner Al-Fazza Bakery Ucapkan Selamat kepada Paslon AZAN atas Kemenangan Pilkada Aceh Timur
- Bang Thaib: Pena Tajam Dibalik Secangkir Kopi
(eva/aud)