“Pelaku tidak hanya dicambuk saja, tapi juga wajib dipenjara. Kemudian, dulu (dalam draft lama) pelaku maksimal dihukum 200 bulan penjara, sekarang jadi 240 bulan penjara, itu setara 20 tahun penjara. Kemudian ada restitusi dan pemulihan bagi korban. Restitusi dari dulu untuk korban anak itu tidak ada, sekarang kita masukkan,” katanya.
Terkait pemberian restitusi, kata Aulianda, dalam qanun lama korban hanya akan menerima haknya apabila pelaku memiliki kemampuan untuk memenuhinya. Sementara dalam draf terbaru korban kekerasan seksual dipastikan bakal mendapat restitusi, pendampingan pemulihan baik psikisnya dan nonpsikis.
“Di qanun lama ada restitusi, tapi tidak sesuai kebutuhan korban melainkan sesuai kemampuan si pelaku. Nah, menurut kami ini tidak fair (adil), makanya yang baru ini disesuaikan menurut kebutuhan korban, dan apabila pelaku tidak sanggup bayar, maka negara akan mengambil alih untuk membayar itu (restitusi),” katanya.
LBH Banda Aceh khawatir jika draf terbaru Qanun Jinayat tidak segera disahkan, maka korban tidak akan memperoleh restitusi dan pelaku pun tidak mendapat efek jera.
Baca Juga: Penyusunan Draf Revisi UUPA Oleh DPRA Dinilai Tertutup. YARA: Harusnya Dibuka Saja ke Publik
Baca juga: Sudah 16 Tahun UUPA, Ketua DPRK Aceh Timur Berharap Semoga Segera Direalisasikan
“Sejauh ini tidak ada (restitusi) karena memang aturan hukumnya tidak disediakan oleh qanun kita yang lama. Justru itu pentingnya pengesahan qanun yang baru karena kita coba sediakan itu,” tuturnya.
Aulianda menekankan setiap butir pasal yang ada di dalam draf terbaru Qanun Jinayat sama sekali tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
“Bahkan kita juga melakukan upaya penguatan terhadap itu, jadi tidak ada yang bertentangan. Semangatnya sama, semangat pemberatan hukuman dan semangat pemulihan bagi korban. Kita masukkan semangat itu juga dalam revisi qanun ini yang baru,” ungkapnya.
Diketahui, berdasarkan rilis DP3A Aceh, dalam tiga tahun terakhir terdapat 1.199 kasus kekerasan seksual yang terjadi di seluruh kabupaten/kota di Aceh, dengan rincian 1.037 kasus terjadi pada anak sebagai korban, dan sisanya 162 kasus terjadi terhadap perempuan.