EMPAT LSM peduli lingkungan yang terdiri dari Aceh Wetland Foundation (AWF), Balee Juroeng, LemBAHTARI dan Komunitas Aneuk Nanggroe (KANA), mengingatkan pemerintah agar proyek pengerukan alur pelayaran Pelabuhan Kuala Langsa tidak membuat rusak lingkungan khususnya hutan mangrove di kawasan itu.
Disebutkan bahwa, rencana Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan RI yang akan melakukan pengerukan jalur masuk Pelabuhan Kuala Langsa yang ditargetkan mulai berjalan September bulan lalu, berpotensi menimbulkan dampak Kerusakan lingkungan khususnya pada kegiatan pengerukan dan reklamasi.
Karena itu, pihak LSM merekomendasikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Kota Langsa agar mempertimbangkan beberapa hal dari aspek lingkungan dan sosial masyarakat:
- Mengingatkan pemerintah agar proyek pengerukan tersebut tidak berdampak negatif bagi pulau-pulau mangrove (hutan lindung) dari aktivitas proses hidro-oseanografi.
BACA JUGA: Lintas Sektor Bahas Rencana Pengerukan Alur Pelabuhan Kuala Langsa Aceh
BACA JUGA: Kedatangan Menhub RI Akankah Tol Laut Kembali Hidup di Pelabuhan Kuala Langsa
- Perlu dilakukan kajian lingkungan dan studi Analisa Lingkungan yang komprehensif dan holistik terhadap aspek lingkungan hidup (tata ruang, fisik-kimia, biologi dan sosial kesehatan masyarakat).
- Mengutamakan tenaga kerja lokal atas setiap pekerjaan sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran dan mencegah timbulnya kecemburuan sosial.
Untuk diketahui, proyek ini direncanakan akan menjadi awal pengembangan Pelabuhan Kuala Langsa oleh PT Pelindo. Meski belum bisa memenuhi jadwal awal pada September 2023, proses tahapan dipastikan tengah berjalan.
Hal ini dilakukan pemerintah sebagai upaya dalam mengembangkan kawasan Pelabuhan Kuala Langsa untuk peningkatan ekonomi pemerintah daerah dan masyarakat setempat.
Pelaksanaan proyek ini disebutkan akan mengikuti master plan PT Pelindo tahun 2005 dan Rencana Induk BRR tahun 2007 yakni pengerukan kedalaman 6-9 m LWS (Low Water Spring) adalah muka air laut surut terendah. Dimana LWS nantinya akan dikaitkan dengan data hasil survey topografi dan penggambaran peta batimetri.
Pemerintah mengatakan, kegiatan ini membuka peluang untuk memanfaatkan tenaga kerja lokal, sehingga menunjang program pemerintah mengurangi tingkat pengangguran. Kemudian, manfaat secara ekonomi keberadaan kegiatan tambahan ini akan meningkatkan PAD daerah (perekoniman lokal) dan menunjang perekonomian daerah serta dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
“Terkait niat baik pemerintah tersebut, kami menyatakan apresiasi atas proyek pengerukan alur pelayaran Kuala Langsa karena akan mendukung peningkatan ekonomi masyarakat Kota Langsa dan Aceh umumnya. Namun perlu menjadi perhatian bahwa, dalam Dokumen Rencana Induk BRR Tahun 2007, tidak tersedia informasi yang jelas tentang rencana pengerukan alur dan reklamasi. Sehingga kami berpendapat bahwa dari analisis hidrooseanografi menunjukkan adanya potensi abrasi dan sedimentasi secara alami. Karena itu rencana kegiatan pengerukan dan reklamasi perlu dikaji secara khusus,” kata pihak LSM seperti tertulis dalam rilisnya.
Lebih lanjut, di dalam Dokumen Rencana Induk BRR Tahun 2007, juga menyebutkan bahwa salah satu aspek yang harus diperhatikan dari kegiatan ini adalah sedimentasi dan erosi yang terjadi yang disebabkan pengaruh dampak proses hidro-oseanografi baik yang berasal dari laut (berupa gelombang, arus dan pasang surut) maupun dari aliran/ debit sungai yang dapat menjaga keseimbangan pantai dan alur sungai.
Sedimentasi terbesar pada daerah ini adalah akibat pertemuan sedimen yang disebabkan oleh sumber sedimen yang di bawah oleh sungai maupun arus pasang surut dan arus akibat gelombang, sehingga menyebabkan semakin dangkalnya daerah alur lalulintas pelayaran.
Sedangkan erosi yang terjadi di daerah pantai bagian timur (Desa Pusong/Telaga Tujuh) lebih disebabkan oleh pengaruh hempasan gelombang.
Izin terhadap reklamasi akan mempengaruhi stabilitas pola arus karena sebaran-sebaran kepadatan material urug dan muka permukaan air laut juga akan naik 10 cm dari paling ujung pulau reklamasi. Kemudian kemampuan laut untuk membersihkan dirinya akan berkurang secara drastis dengan reklamasi.
Dampak fisik seperti perubahan hidro-oseanografi, erosi pantai, sedimentasi pantai, peningkatan kekeruhan, pencemaran laut, perubahan rezim ar tanah, peningkatan potensi banjir serta penggenangan di wilayah pesisir juga akan terjadi.
Terakhir, dampak biologis seperti terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, estuaria serta penurunan keanekaragaman hayati juga tidak terhindarkan lagi.
“Karena itu, kami merasa perlu mengingatkan pemerintah bahwa proyek pengerukan jalur masuk Pelabuhan Kuala Langsa ini dapat menimbulkan persoalan lingkungan dan sosial masyarakat dalam jangka panjang. Untuk itu, diperlukan kajian mendalam dan kehati-hatian dalam pelaksanaan proyek dimaksud,” demikian pernyataan sikap keempat LSM tersebut.***
SUMBER : SERAMBINEWS.COM