INFOACEHTIMUR.COM, ACEH TAMIANG – Majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, telah memutuskan pembebasan mantan Bupati Aceh Tamiang, Mursil, dari segala tuntutan terkait kasus korupsi di bidang pertanahan.
Dilansir dari ANTARA, vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Hamzah Sulaiman serta didampingi R Deddy dan Ani Hartati masing-masing sebagai hakim anggota pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Selasa.
Selain terdakwa Mursil, majelis hakim juga membebaskan dua terdakwa lainnya dalam perkara yang sama, tetapi berkas terpisah. Kedua terdakwa yang turut dibebaskan yakni Tengku Yusni dan Tengku Rusli.
“Para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah seperti yang didakwakan jaksa penuntut umum. Membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum,” kata majelis hakim.
BACA JUGA: Segini Jumlah Harta Kekayaan Haji Mursil Eks Bupati Aceh Tamiang Sebagai Tersangka Korupsi
BACA JUGA: Eks Bupati Aceh Tamiang Haji Mursil Ditetapkan Sebagai Tersangka Korupsi, Ini Kasusnya
Majelis hakim dalam amar putusannya menyatakan fakta di persidangan termasuk keterangan saksi-saksi tidak ditemukan bukti para terdakwa melakukan tindak pidana korupsi seperti dalam dakwaan jaksa penuntut umum.
“Berdasarkan putusan ini, maka hak-hak dan martabat para terdakwa harus dipulihkan. Serta merehabilitasi nama para terdakwa,” kata majelis hakim menyebutkan.
Vonis tersebut tidak sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Pada persidangan sebelumnya, JPU menuntut terdakwa Musril dengan hukuman tujuh tahun enam bulan.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa Musril membayar denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara serta membayar uang pengganti kerugian negara Rp90 juta. Apabila tidak membayar, maka dipidana tiga tahun enam bulan penjara.
JPU dalam tuntutannya menyebutkan terdakwa Mursil pada 2009 menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Aceh Tamiang. Selaku Kepala BPN, terdakwa Mursil menerbitkan sertifikat tanah eks hak guna usaha (HGU) perkebunan sawit PT Desa Jaya.
Izin HGU tersebut berakhir pada 1988 dan tidak tidak pernah diperpanjang hingga sekarang. Setelah sertifikat dikeluarkan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi atas tanah tersebut dengan nilai Rp6,4 miliar.
Sedangkan untuk terdakwa Yusni, JPU menuntut dengan hukuman 10 tahun enam bulan penjara, denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara. Serta membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara mencapai Rp7,9 miliar. Apabila tidak membayar, maka dipidana lima tahun tiga bulan penjara.
Sementara, terdakwa Rusli, JPU menuntut dengan hukuman sembilan tahun enam bulan penjara. Serta membayar denda Rp500 juta subsidair enam bulan penjara. Serta membayar uang pengganti kerugian perekonomian negara Rp5,4 miliar. Apabila tidak membayar, maka dipidana empat tahun sembilan bulan penjara.
JPU dalam dakwaannya menyatakan kedua terdakwa menguasai tanah negara yang izin HGU berakhir pada 1988. Luas lahan tersebut mencapai 885,65 hektare dan 1.658 hektare. Kedua lokasi lahan tersebut berada di Kabupaten Aceh Tamiang.
Sumber : ANTARA | Editor : Ilham