Infoacehtimur.com / Aceh Timur – Masyarakat kawasan HGU PT. Bumi Flora dan PT. Dwi Kencana Menolak dengan tegas dan Keras Rencana Perpanjangan dan Peralihan Hak Guna Usaha (HGU) PT. Bumi Flora dan PT. Dwi Kencana di Aceh Timur. Penolakan tersebut ialah hasil musyawarah warga sejumlah 6 kecamatan yang digelar di Balai TPA Gampong Jambo Reuhat pada kamis (19/5/2022).
Masyarakat 6 kecamatan tersebut masing-masing kecamatan Bandar Alam, Idi Tunong, Darul Ihsan, Idi Timur, Peudawa, dan Ranto Panyang Perlak.
Selain menolak dengan tegas dan Keras Rencana Perpanjangan dan Peralihan Hak Guna Usaha (HGU) 2 perusahaan itu, masyarakat juga menuntut kewajiban perusahaan yang sudah beroperasional selama puluhan tahun namun tidak membuat masyarakat sejahtera.
Kewajiban perusahaan dimaksud ialah peningkatan kesejahteraan warga sekitar seperti perbaikan Infrastruktur dan perbaikan Ekonomi masyarakat Di kawasan perusahaan serta pemberdayaan melalui Corporate Social Responsibility (CSR).
Tuntutan menolak perpanjangan HGU itu turut disampaikan sebagai aspirasi warga kepada DPRK Aceh Timur M. Yahya. Aliansi Mahasiswa Langsa dan Forum Relawan Demokrasi (Foreder) Aceh turut mengadvokasi tuntutan bersama warga 6 kecamatan tersebut.
Musyawarah penolakan perpanjangan dan peralihan HGU PT Bumi Flora dan PT Dwi Kencana itu digelar bersebab para warga menilai penggunaan HGU tersebut tidak memiliki inpact kepada masyarakat. Bahkan ada beberapa persoalan pokok yang menjadi landasan mansyarakat menolak perpanjangan HGU 2 perusahaan tersebut. Permasalahan tapal batas yang tidak berujung sehingga menimbulkan konflik agraria antara masyarakat dengan pihak perusahaan.
Selain itu juga rusaknya infrastruktur selama puluhan tahun seperti jalan lintas desa yang digunakan oleh perusahaan sejak mulai mereka beroprasional sampai sekarang tidak pernah di perbaiki bahkan tidak pernah diberikan biaya pemeliharaan sehingga membuat masyarakat kesulitan mengakses sarana tersebut apalagi saat hujan akan bertambah rusak dan hancur.
Masyarakat juga menyebut bahwa selama adanya perusahaan tersebut banyak petani yang kehilangan pekerjaan karena banyak lahan warga yang diserobot oleh perusahaan. Selain itu, disebut banyak lahan yang dibiarkan terbengkalai dan tidak produktif, padahal jika diberikan kepada masyarakat di sekitar kawasan HGU tersebut untuk di garap dapat membantu meningkatkan ekonomi mereka.
Untuk itu masyarakat mendesak pemerintah agar tidak memperpanjang izin dan Peralihan HGU di 2 perusahaan tersebut karena keberadaan kedua perusahaan tersebut sangat merugikan masyarakat.
“Permintaan warga untuk menggarap lahan non produktif yang selama ini diberikan hak guna untuk dua perusahaan itu sangat logis. Ketika perusahaan tidak mampu mengelola lahan dengan tepat, kenapa tidak diserahkan saja hak garap untuk warga setempat. Itu akan lebih memberdayakan masyarakat”, Tegas Sekjen Umum Foreder Aceh Yulindawati.
Selain perkara tata kelola lahan, peningkatan jumlah penduduk juga menuntut tersedianya lahan sebagai tempat memenuhi kebutuhan hidup penduduk.
Yulindawati juga menelisik pengaruh penggunaan lahan HGU terhadap Pembangunan daerah. Menurutnya, lahan yang selama ini diizinkan penggunaan kepada dua perusahaan tersebut sangat minim kontribusi bagi daerah.
Pemerintah seharusnya menilai kontribusi perusahan terhadap PAD sebagai pertimbangan untuk menentukan status perpanjangan izin HGU. “Ketika pemerintah ingin melanjutkan pemberian izin HGU seharusnya dilihat dulu berapa kontribusi perusahaan untuk kas daerah selama ini”, kata Yulindawati.
Menurutnya hak garap untuk masyarakat masih lebih baik dibandingkan memperpanjang izin padahal tidak berkontribusi sedikit pun terhadap pembangunan daerah.
“Perjuangan ini harus dilakukan sampai tuntas, ini adalah perjuangan masyarakat yang sudah di lakukan selama bertahun-tahun dan tidak pernah berhasil, namun untuk kali ini apa yg sudah di perjuangkan oleh masyarakat harus di lakukan sampai tuntas, jika ini tidak berhasil maka perpanjangan HGU akan lebih lama lagi selama 90 ( 3 generasi ) tahun, dan masyarakat hidup lebih lama dalam penderitaan”, tegas Ali Iqbal dari Aliansi Mahasiswa Langsa.
Aliansi Mahasiswa Langsa dan Forum Relawan Demokrasi (Foreder) Aceh menegaskan kepada seluruh pihak yang bertungjawab supaya mengambil keputusan yang adil yang tetap berpihak kepada masyarakat.
“Oleh karena itu kita bangkitkan kembali semangat merebut hak dengan gaya baru dengan gaya yang lebih sehat. Jangan sampai ada pengkhianatan dalam pergerakan, itu sangat tidak bagus, karena ini murni perjuangan masyarakat yang menuntut haknya. Maka kita melakukan perlawanan secara sistem agar tidak terjadi pertumpahan darah seperti perjuangan perjuangan yang lalu bersama sama LSM, aktivis, masyarakat dan pemerintah untuk memperjuangkan tanah rakyat dan hak-hak rakyat. Jangan sampai rakyat mencuri diatas tanahnya sendiri”, kata perwakilan Aliansi Mahasiswa Langsa dalam musyawarah tersebut.