Oleh: Khairul Amri Ismail, S.H., M.H
Kandidat Doktor Filsafat Hukum Islam – Sultan Syarif Ali Islamic University (UNISSA) Brunei Darussalam.
Menjadi pengkhianat adalah kedudukan terburuk dalam bernegara. Karena pengkhianat adalah orang yang merusak dan menggagalkan cita-cita negara dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan. Namun demikian, pengkhianat senantiasa tumbuh subur bagaikan jamur di kala hujan, berakar tunggang bagai pohon yang berdiri kuat sehingga susah untuk ditumbangkan.
Dalam konteks politik, pengkhianat adalah orang yang membuat kebijakan politik yang merusak etika berdemokrasi, beragama dan bernegara. Partai politik adalah teras untuk meramu maksud menjadi kebijakan dan kekuasaan.
Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang diberikan wewenang membuat partai politik sebagai teras bagi rakyat Aceh untuk menampung berbagai masalah dan meracik solusi bagi mewujudkan pembangunan Aceh yang sejahtera dan maju. Namun setelah menyimak kondisi politik di Aceh selama ini, tidaklah berlebihan jika dikatakan “Mustahil tidak ada pengkhianat di Aceh”.
Saat ini, Aceh khususnya dan Indonesia pada umumnya sedang berada pada gerbang pemilu 2024, dimana seluruh calon legislatif dan eksekutif berbicara atas nama memperjuangkan hak-hak kesejahteraan dan keadilan rakyat. Benarkah ini sesuai adanya..?
Siapakah pengkhianat di gerbang pemilu di Aceh saat ini..?
Sungguh calon pengkhianat hanya akan diusung dan dimenangkan oleh rakyat pengkhianat. Karena sesungguhnya sesama pengkhianat itu adalah bersaudara dan saling mendukung untuk pengkhianatan.
Dalam konteks ini, kita tidak berbicara siapa orangnya, tetapi hanya mencoba menyebutkan kisi-kisi pengkhianat, sehingga anda selaku pembaca akan dapat menilai dan menetapkan siapakah pengkhianat di negeri kita.
Halaman Selanjutnya