Sebagai contoh, apabila ada anggota partai tertentu di Aceh yang berusaha menitipkan orang-orangnya di KIP, PPS, KPPS, PPK, Pantarlih, dan Panwaslu untuk menjaring masyarakat agar memilih caleg dari anggota partai tertentu dengan berbagai penekanan yang dilakukan, maka merekalah yang dimaksud pengkhianat di negeri Aceh. Karena mereka tidak amanah dalam melaksanakan tugas negara dan telah salah dalam menggunakan kekuasaannya.
Contoh lain, jika ada calon legislatif maupun eksekutif yang berusa membayar masyarakat agar mereka dimenangkan, maka merekalah pengkhianat di gerbang pemilu, karena telah mengkhianati undang-undang pemilu dan etika berpolitik.
Dua contoh ini adalah ciri wajah para pengkhianat Aceh, mereka berambisi untuk menang meraih satu jabatan dengan cara yang tidak bermoral. Sungguh harga diri yang rendah dan kehormatan yang dihinakan. Sampai kapankah rakyat Aceh akan memilihara kecurangan dalam Rahim syari’at Islam..?
Seandainya ada rakyat Aceh mati-matian membela dan memenangkan calon yang menempuh dua jalur tersebut, maka dapat dipastikan bahwa rakyat Aceh saat ini sedang bermasalah dalam hal ekonomi, wawasan bernegara dan moral beragama. Ini adalah tanggung jawab bersama untuk melepaskan Aceh dari benang kusut yang merusak etika politik dan syariat Islam di Aceh.
Sungguh rakyat Aceh sudah tidak punya malu dan tidak beradap, apabila memelihara pengkhianatan di negri sendiri. Rakyat Aceh bukan siapa-siapa tanpa akhlak dan syari’at. Mari menolak pengkhianatan dan teruslah menjaga kerhormatan dengan berpolitik secara sehat.[]