Tepat 14 tahun yang lalu, Aceh kehilangan salah satu putra terbaiknya yakni, Teungku Hasan Muhammad di Tiro, lahir di Pidie pada 25 September 1925. Ia adalah Tokoh pendiri Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang dikenal sebagai seorang pemikir cerdas dan visioner, meninggal dunia pada 3 Juni 2010 – 3 Juni 2024.
Putra kedua dari Leube Muhammad Tanjong Bungong dan Tengku Pocut Fatimah Tiro. Ayah Hasan di Tiro merupakan pemuka agama di Tanjong Bungong, Pidie.
Sedangkan ibunya adalah anak dari Teungku Mahyuddin dan Pocut Mirah Gambang. Teungku Mahyuddin atau Teungku Mayed Di Tiro adalah anak Teungku Chik Di Tiro Muhammad Saman, sementara Cut Gambang adalah anak Cut Nyak Dhien dengan Teuku Umar.
Pada tahun 1976, Hasan di Tiro mendirikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dengan tujuan membentuk negara merdeka di Aceh yang berdasarkan pada sejarah panjang kesultanan Aceh yang kuat sebelum integrasi ke dalam Republik Indonesia.
BACA JUGA: ACEH BUKANLAH BANGSA PENGECUT!
BACA JUGA: Pada Tahun 2000 di Aceh, Pria Berseragam: Kami Pinjam Bapaknya Sebentar
Di bawah kepemimpinannya, Hasan di Tiro memproklamasikan kemerdekaan Aceh sehingga diburu oleh penguasa. Upaya untuk menarik perhatian dunia internasional terhadap isu-isu ketidakadilan di Aceh, militer GAM melancarkan berbagai upaya.
Hasan di Tiro saat itu, melarikan diri ke sejumlah negara sehingga status kewarganegaraannya dicabut oleh pemerintah Indonesia. Menetap selama hampir 30 tahun di Stockholm, iapun memiliki paspor Swedia.
Konflik antara GAM dan pemerintah Indonesia yang berlangsung selama hampir tiga dekade, menyebabkan ribuan korban jiwa dan penderitaan yang tak terhitung bagi masyarakat Aceh. Upaya pemburuan Hasan di Tiro oleh pemerintah Indonesia meminta Kejaksaan Distrik Stockholm di Swedia, menjeratnya dalam kasus pelanggaran berat hukum internasional.
Kejaksaan Distrik Stockholm menghentikan proses penyidikan terhadap Hasan Tiro. Karena uzur, pemimpin tertinggi Gerakan Aceh Merdeka itu dianggap tidak bisa memberikan kontribusi terhadap proses penyidikan kasus pelanggaran berat hukum internasional yang melibatkan dirinya.
Keputusan itu tertulis dalam surat Kepala Kejaksaan Distrik Stockholm Tomas Lindstrand tertanggal 15 Juli 2004, yang salinannya, seperti diperoleh dari Tempo News Room.
“Investigasi awal terhadap Hasan Tiro sebagai tersangka pelanggaran berat hukum internasional ditutup karena kejahatan tersebut tidak bisa dibuktikan,”tulis Lindstrand.
Tragedi tsunami pada tahun 2004 yang menghancurkan sebagian besar wilayah Aceh menjadi titik balik dalam sejarah perjuangan GAM. Bencana dahsyat ini membuka jalan bagi tercapainya perdamaian.
Hasan di Tiro meninggal dunia setelah 12 hari menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, di tengah kebersamaannya dengan keluarga dekat dan mantan petinggi GAM, seperti Malik Mahmud dan Zaini Abdullah.
Ribuan orang mengantarkan jenazahnya untuk disembahyangkan di mesjid raya Baiturahman. Hasan di Tiro dimakamkan di tanah kelahirannya.
Sosoknya adalah tokoh kunci perdamaian Aceh, pemikirannya yang tajam dan kecintaannya pada Aceh. Kepergiannya hari itu meninggalkan duka yang mendalam bagi rakyat Aceh. Bahkan, ia meninggalkan seorang istrinya bernama Dora A. Tiro, dan anaknya bernama Karim Michel Tiro, yang kini berdomisili di Amerika Serikat.
Anaknya bernama Karim, mengajar di salah satu universitas di Ohio Amerika Serikat. Karim tidak berminat melanjutkan aktifitas politiknya ayahnya, oleh karena itu kalangan GAM akan bermusyawarah untuk menentukan siapa yang akan melanjutkan kepemimpinan Hasan Tiro.
Orang-orang terdekat Hasan di Tiro, termasuk Malek Mahmud, Dokter Zaini, Zakaria Saman dan juga Muzakir Manaf, akan bermusyarawah untuk mendapatkan seorang pemimpin yang betul-betul diterima rakyat Aceh, PA dan KPA.
Duka cita atas kepergian Hasan di Tiro, pahlawan dalam hati rakyat Aceh. Pengorbanan, keikhlasan, dan rasa sabar yang begitu tebal. Perjuangannya entah itu dikhianati, rakyat Aceh tetap menjadikanmu sosok pahlawan yang tidak tergantikan.
Semangatnya dan perjalanan hidup akan terus menjadi inspirasi bagi generasi mendatang, Aceh khusunya. Didalam sebuah buku ‘Hasan Tiro, Jalan Panjang Menuju Damai Aceh‘ sudah cukup jelas bagaimana, siapa, dan tujuan Hasan di Tiro. (Membangun Aceh yang lebih baik dan adil).
Penulis adalah Ilham, dari Tim Media Sosial Infoacehtimur.com.