Sama seperti di Malaysia, Ishak Daud juga bekerja serabutan, dari buruh bangunan hingga sopir angkutan. Di Singapura pula Ishak Daud mulai mengenal Gerakan Aceh Merdeka, apalagi saat itu banyak aktivis Aceh Merdeka menggelar pertemuan politik.
Praktis, selama bekerja di Singapura Ishak sering mengikuti pertemuan tersebut. Ini pula yang membuka wawasannya tentang sejarah Aceh. Pada Juni 1987, Ishak akhirnya disumpah oleh Tengku Abdullah Musa sebagai anggota GAM.
Apalagi Allahyarham Hasan Tiro yang mengendalikan GAM dari Swedia butuh pemuda Aceh untuk dididik pendidikan militer dan dikirim ke Libya. Ishak Daud termasuk dalam rombongan 40 orang pemuda Aceh yang dikirim ke Libya.
Sepulang dari Libya, Ishak Daud singgah di Singapura selama 12 hari. Ia pun memutuskan pulang ke Aceh melalui Pelabuhan Tanjung Balai. Dari sana ia naik bus dan kembali ke kampung halamannya di Idi Rayeuk.
Awalnya dia bekerja sebagai pedagang Ikan dan diam-diam merekrut pemuda untuk terlibat GAM. Ishak termasuk tokoh pertama yang mengibarkan bendera Aceh Merdeka di SMA Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 4 Desember 1989 setelah pengibaran bendera di Gunung Halimun, Pidie, yang dilakukan Hasan Tiro pada 4 Desember 1976.
Menurut penuturan Umar, almarhum dikenal sebagai sosok tegas dan punya komitmen tinggi. Umar adalah pengawal setia sang panglima paling tenar di era tahun 2000-an tersebut.
“Abusyik meunyoe ka geupeugah A tetap A, hana meugantoe (Abusyik kalau sudah bilang A tetap A, tidak akan terganti),” kenang Umar.***