Hari ini tanggal 8 September 2023, tepat 19 tahun syahid nya tokoh pejuang Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yakni Teungku Ishak Daud, dalam pertempuran dengan TNI di kawasan Babah Krueng, Peureulak Timur, Aceh Timur.
Teungku Ishak Daud syahid pada Tanggal 8 September 2004, hari berkabung bagi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) karena satu pejuang GAM. Mengingat sejarah kelam abusyik-sapaan akrab almarhum bersama 11 pengawal setianya syahid dalam sebuah pertempuran hebat dan terbuka.
Dalam kejadian itu, istrinya Cut Rostina juga syahid bersama dalam pertempuran terakhir tersebut. Berita syahidnya Panglima GAM wilayah Peureulak tersebut kemudian menjadi sorotan publik. Sejak peristiwa itu, GAM berduka. Untuk mengenang syahidnya Ishak Daud, pasukan GAM mengibarkan bendera Bintang Bulan setengah tiang.
Dalam barisan perjuangan GAM, Ishak Daud dikenal sebagai sosok panglima yang sangat disegani dan dihormati. Berbekal pengetahuan latihan militer di Libya, sosok Ishak Daud dikenal memiliki segudang pengalaman dan ilmu gerilya di hutan belantara pedalaman Aceh Timur. Di kalangan GAM, pria berparas tampan dan berpostur tinggi ini dipanggil “abusyik (kakek)”.
BACA JUGA: Mengenang Syahidnya ‘Ishak Daud’ Usai Baku Tembak Dengan TNI
BACA JUGA: Ibu Mantan Panglima Ishak Daud Meninggal Dunia
Nama itu sengaja disematkan kepadanya sebagai sosok yang dituakan dan dihormati oleh anak buahnya. Meski bergerilya di hutan, Ishak Daud dikenal sosok berpenampilan rapi dan necis. Kemanapun berada, ia kerap menenteng senjata AK 47 dan sepucuk pistol jenis FN terselip di pinggangnya.
Ishak lahir di Desa Blang Glumpang Kuala Idie, Kecamatan Idie Rayeuk, Aceh Timur pada 12 Januari 1960. Ia adalah anak pertama dari pasangan Muhammad Daud bin Tengku Basyah dan Nuriah. Semasa kecil, Ishak tinggal di lingkungan desa yang rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan.
Ayahnya bekerja sebagai nelayan, sedangkan ibunya berjualan kue. Ishak Daud merasa tidak pernah puas dengan kondisi itu, pada awal tahun 1984, saat usianya 24 tahun, Ishak memutuskan merantau ke Malaysia.
Di negeri jiran itu, Ishak Daud bekerja serampangan, sebagai kuli bangunan atau penjaga restoran. Karena tak tahan hidup seperti itu di Malaysia, Ishak Daud memutuskan merantau ke Singapura. Apalagi banyak orang Aceh di negeri situ.
HALAMAN SELANJUTNYA