Ishak Daud, dikalangan masyarakat Aceh siapa yang tidak mengenal siapa beliau?. Sosok beliau yang dikenal sebagai panglima besar GAM wilayah Aceh Timur, Aceh tepatnya di Peureulak. Beliau meninggal dunia terlibat baku tembak dengan TNI.
Kala itu, sosok Panglima berkelahiran Idi Rayeuk, Aceh Timur itu meninggal dunia terlibat dalam konflik Aceh tengah memperjuangkan hak kemerdekaan Aceh dari Republik Indonesia.
Konflik dengan TNI yang melibatkan Ishak Daud dan para anggotanya terjadi di kawasan Babah Krueng, Peureulak Timur, Aceh Timur pada Kamis (9/9/2004). Akibatnya, satu anggota TNI tewas dan 3 terluka. Sementara Ishak Daud juga meninggal dunia dengan istri keduanya yakni Rostina.
Baca Juga: ALMUNAZIR Ketua JASA Daerah tiga Jenguk Ibunda Alm Ishak Daud Di RSUD Zubir Mahmud
Baca Juga: Breaking News: Mantan GAM Aceh Utara di Tembak Mati Ditempat
Dilansir berbagai sumber, Ishak Daud meninggal dunia tertembak di bagian kepala dan dada dan jenazah beliau dievakuasi dari lokasi pertempuran pada Jumat pagi dengan menggunakan panser. Hal itu disebabkan baku tembak antara TNI dan pasukan GAM masih terus berlanjut. Bahkan menurut beberapa sumber, beberapa korban sampai hari ini masih belum bisa dievakuasi dari lokasi kejadian.
Dalam peristiwa ini, TNI menyebutkan berhasil melumpuhkan 14 anggota GAM dan menyita 10 pucuk senjata dari berbagai jenis.
Namun di sisi lain, personel TNI, Praka Abubakar Siddiq, tewas, sementara tiga personel TNI lainnya terluka dan kini dirawat di RS Kesrem Lhokseumawe.
Rp 150 juta Buat Ishak Daud Matinya Ishak Daud membuat Bupati Aceh Timur Azman Usmanuddin mengeluarkan kocek rp 150 juta. Pasalnya, bersama Gubernur NAD, Azman Usmanuddin pernah menjanjikan uang Rp 150 juta bagi siapa saja yang bisa menembak mati, panglima GAM yang dikenal ‘hobi’ menculik dan menyandera warga sipil ini.
Disebutkan, uang Rp 150 juta itu akan diserahkan pada anggota TNI yang terlibat baku tembak dengan pasukan Ishak Daud. ‘Bonus’ tersebut akan diserahkan pada hari ini.
Ishak Daud termasuk pentolan GAM paling populer dan termasuk paling dicari aparat keamanan. Apalagi ketika pada awal-awal darurat militer diberlakukan di Aceh, pria yang acap keluar masuk penjara ini menyandera reporter dan juru kamera RCTI, Ersa Siregar dan Ferry Santoro.
Biografi Ishak Daud
Ishak lahir di Desa Blang Glumpang Kuala Idie, Kecamatan Idie Rayeuk, Aceh Timur pada 12 Januari 1960. Ia adalah anak pertama dari pasangan Muhammad Daud bin Tengku Basyah dan Nuriah. Semasa kecil, Ishak tinggal di lingkungan desa yang rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan.
Ayahnya bekerja sebagai nelayan, sedangkan ibunya berjualan kue. Ishak Daud merasa tidak pernah puas dengan kondisi itu, pada awal tahun 1984, saat usianya 24 tahun, Ishak memutuskan merantau ke Malaysia. Di negeri jiran itu, Ishak Daud bekerja serampangan, sebagai kuli bangunan atau penjaga restoran. Karena tak tahan hidup seperti itu di Malaysia, Ishak Daud memutuskan merantau ke Singapura.
Apalagi banyak orang Aceh di negeri situ. Sama seperti di Malaysia, Ishak Daud juga bekerja serabutan, dari buruh bangunan hingga sopir angkutan. Di Singapura pula Ishak Daud mulai mengenal Gerakan Aceh Merdeka, apalagi saat itu banyak aktivis Aceh Merdeka menggelar pertemuan politik. Praktis, selama bekerja di Singapura Ishak sering mengikuti pertemuan tersebut.
Ini pula yang membuka wawasannya tentang sejarah Aceh. Pada Juni 1987, Ishak akhirnya disumpah oleh Tengku Abdullah Musa sebagai anggota GAM. Apalagi Hasan Tiro yang mengendalikan GAM dari Swedia butuh pemuda Aceh untuk dididik pendidikan militer dan dikirim ke Libya. Ishak Daud termasuk dalam rombongan 40 orang pemuda Aceh yang dikirim ke Libya. Sepulang dari Libya, dia singgah di Singapura selama 12 hari. Ishak Daud pun memutuskan pulang ke Aceh melalui Pelabuhan Tanjung Balai.
Dari sana ia naik bus dan kembali ke kampung halamannya di Idi Rayeuk. Awalnya dia bekerja sebagai pedagang Ikan dan diam-diam merekrut pemuda untuk terlibat GAM. Ishak termasuk tokoh pertama yang mengibarkan bendera Aceh Merdeka di SMA Idi Rayeuk, Aceh Timur pada 4 Desember 1989 setelah pengibaran bendera di Gunung Halimun, Pidie, yang dilakukan Hasan Tiro pada 4 Desember 1976.
Baca Juga: Kunjungi Aceh, Anies Baswedan Sempatkan Waktu Silaturahmi dengan GAMS
Baca Juga: DPO Narkoba Polres Aceh Timur Ditangkap, 147 Kg Ganja Ikut Diamankan