
Humanity – Menolak lupa tanggal 3 Februari 1999, sekarang 3 Februari 2024 tepat 25 tahun Tragedi Idi Cut, Timur Aceh atau “Tragedi Arakundo”, kejamnya aparat Indonesia kala itu, (Daerah Operasi Militer, DOM) membantai orang yang tidak bersalah usai pulang dakwah.
Tragedi pembantaian ini terjadi di Simpang Kuala, Kecamatan Idi Cut, Aceh Timur, Rabu dinihari, 3 Februari 1999, persis di depan Markas Koramil dan Polsek setempat, saat Aceh dalam status konflik.
Menurut sejumlah saksi mata, peristiwa ini menewaskan sejumlah masyarakat dan melukai ratusan orang lainnya. Para pelakunya sampai sekarang belum ditangkap dan diadili.
Para korban pembantaian jasad mereka diceburkan ke Sungai Arakundo. Klaim ini diperkuat oleh kesaksian korban yang mendengar kata-kata para serdadu ABRI saat sedang membantai korban:
“Kalian bunuh kawan kami. Kalian ceburkan mereka ke sungai. rasakan balasannya.”
Sebanyak 58 korban yang tertembak dinaikkan ke dalam truk aparat, baik yang sudah tewas maupun yang terluka.Tetapi ada juga beberapa korban terluka yang tidak terangkut karena bersembunyi di selokan samping jalan sehingga lolos dari pembantaian.
BACA JUGA: Mengenang 24 Tahun Tragedi Arakundo
BACA JUGA: 23 Tahun Tragedi Arakundo
Banyak saksi mata melihat tiga truk militer yang mengangkut korban penembakan bergerak menuju jembatan Sungai Arakundo.
Sebelum diangkut ke truk, para korban diikat terlebih dahulu dengan kawat di sekujur tubuhnya, kemudian dimasukkan ke karung goni milik masing-masing tentara yang masih bertuliskan nama pelaku beserta pangkatnya.
Batu besar diikatkan di setiap karung sebagai pemberat, lalu karung tersebut dilemparkan ke Sungai Arakundo. Seorang saksi mata lain mengatakan bahwa ceceran darah di sekitar jembatan Arakundo berusaha ditutup-tutupi dengan pasir oleh tentara pemerintah Indonesia.
Pasir tersebut adalah hasil penambangan penduduk sekitar sungai yang biasa ditumpuk di dekat jembatan. Tanggal 4 Februari pukul 08.00-12.00 WIB, tentara masih bertahan di sekitar lokasi pembantaian Idi Cut.
Penembakan acak secara membabi buta pun masih terjadi sesekali. Hari itu juga sampai keesokan harinya, penduduk desa melakukan pencarian di sungai dan berhasil mengangkat enam karung berisi jenazah korban.
Jasad korban ketujuh yang ditembak mati ditemukan di dalam kendaraannya. Puluhan warga sipil terluka akibat insiden ini. 58 orang ditangkap dan kabarnya disiksa saat ditahan di penjara.
Pasca-insiden ini, 13 orang dilaporkan hilang dan tidak pernah ditemukan lagi. Pencarian korban dilakukan dengan alat tradisional, karena tentara dan pihak lainnya tidak membantu melakukan pencarian.
Sebagian besar korban tidak mengapung, karena di tubuh mereka diikat alat pemberat berupa batu. Di pinggir jembatan juga ditemukan peluru dan proyektil bermerek Pindad, produsen senjata api asal Bandung yang memasok persenjataan ABRI.
Peristiwa Idi Cut adalah satu dari lima kasus yang disarankan Amnesty International untuk diproses secepatnya oleh Komisi Independen Pengusutan Tindak Kekerasan di Aceh (KPTKA).
Meski Jaksa Agung sudah melaksanakan investigasi pada November 1999, sejauh ini belum ada anggota aparat keamanan yang diadili atas aksi kebiadaban alat negara ini.***