SEIRING dengan suara beduk ditabuh, Takbir itu akhirnya bergema di masjid usai sholat Maghrib. Lantunannya menghenyuhkan hati Adi.
Ia mengangkat kedua tangannya untuk berdoa seraya duduk bersila di atas sajadah usai melakukan sholat maghrib.
Adi (45) salah seorang warga kota, Langsa. Lelaki paruh baya itu terisak pilu, mengingat tak mampu membeli pakaian baru bagi ketiga anaknya guna menyambut Idul Fitri 1443 H.
Sebagai pekerja serabutan, ia dan istrinya hanya bisa duduk diam menyambut malam yang Fitri. Sementara anak anak bermain kembang api dan lilin di pekarangan rumah.
Ia juga termasuk salah seorang penerima zakat fitrah dari Panitia pembagian zakat di mesjid gampong setempat.
“Beginilah keadaannya bang,” ujar Adi saat menyambangi kediamannya, Minggu (1/5) malam.
Malam itu, dikediaman Adi, tak ada aroma hidangan istimewa menyambut lebaran. Hanya disuguhi teh tanpa gula dan duduk beralaskan tikar seadanya.
Sebagai pekerja serabutan, kehidupan Adi jauh dari kesejahteraan. Meski istrinya turut menopang kebutuhan ekonomi dengan bekerja sebagai tukang cuci.
Menyambut Hari Raya Idul Fitri 1443 H, bagi keluarga mereka sama seperti hari hari biasa yang dijalani. Tak ada hal yang istimewa.
Ketiga anaknya juga tak banyak mengeluh. Mereka sadar akan keadaan kedua orang tuanya.
Keceriaan anak-anak yang bermain malam itu seakan tak ada kesengsaraan yang menghiasi kehidupan mereka.
Malam semakin larut. Sayup sayup lantunan takbir masih bergema diujung menara mesjid. Aminah dan ketiga anaknya sudah beranjak ke peraduan.
Seraya menghaturkan terima kasih kepada Adi yang telah menerima kedatangan kami kerumahnya.
“Terima kasih bang telah datang berkunjung kerumah kami yang seperti ini,” ucap Adi seraya memberikan salam.
Penulis : Syrl