Infoacehtimur.com | Nasional – Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Krisno Siregar menceritakan pernah mengkonsumsi es krim yang mengandung ganja saat berkunjung ke Thailand. Cerita itu dia sampaikan saat memberikan pandangan terkait revisi Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Undang-Undang tentang Narkotika.
Krisno mulanya berbicara soal wacana legalisasi ganja untuk kepentingan medis. Krisno mendorong pelegalan penggunaan ganja medis didasari kajian yang komprehensif.
“Kami tetap berpandangan, kami ini adalah alat negara penegak hukum bahwa kami akan melakukan apa yang dikatakan hukum positif di Indonesia. Namun, kalau boleh sumbang saran, ini harus melalui kajian yang komprehensif,” kata Krisno.
Krisno menjadi salah satu narasumber dalam acara focus group discussion di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/7/2022).
Krisno kemudian merujuk kebijakan legalisasi ganja medis yang telah berlaku di Thailand. Saat berkunjung ke Negeri Gajah Putih itu, Krisno menyebut berbagai produk turunan olahan ganja sudah banyak dijual.
“Yang pasti, Pak, bahwa saya barusan kunjungan dari Thailand, Pak. Semua turunannya sudah dijual di sana,” ucapnya.
Baca Juga:
- ”GANJA” Dalam Kitab Kuno Aceh Ditulis Sebagai Penyembuh Luka Hingga Diabetes
- Bukan Buat Nge-fly, Ganja Aceh Dulunya Digunakan Untuk Ini
- 6 Hektare Ladang Ganja di Aceh Dimusnahkan BNN
Menurutnya, Thailand sudah lama melakukan kajian tentang legalisasi ganja. Diketahui, Thailand telah melegalkan warganya menanam ganja di rumah dan menghapusnya dari daftar obat-obatan terlarang.
“Dan saya sudah baca kajiannya juga dari Aseanapol (organisasi kepolisian di kawasan ASEAN) tentang bagaimana Thailand rupanya sudah lama untuk melakukan kajian legalisasi ganja. Jadi mereka sudah lama sekali,” kata dia.
Menurut Krisno, produk turunan ganja yang beredar luas di Thailand tak hanya terkait pengobatan, tapi juga untuk kebutuhan kesenangan. Dia mengaku pernah mencoba es krim olahan ganja di Thailand.
“Mereka juga bukan hanya terhadap untuk kepentingan medis, juga untuk kepentingan rekreasional. Itu sudah dipakai. Jadi kalau sekarang pergi ke Thailand, ya, es krim, saya sudah coba,” cerita Krisno.
Meski demikian, Krisno mengaku belum mengetahui apakah produk olahan ganja itu dapat terdeteksi melalui urine.
“Saya nggak tahu waktu tes urine tuh saya positif, nggak. Tapi saya sudah coba itu. Namanya cannaboid vanilla ice cream. Rasa daun-daun,” imbuhnya.
Wacana Ganja Medis Dibahas di DPR
Saat ini ganja termasuk ke dalam kategori narkotika golongan I. Sebelumnya, Komisi III DPR juga telah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk membahas legalisasi penggunaan ganja untuk kepentingan medis.
Rapat itu menindaklanjuti aspirasi dari Santi Warastuti atau Ibu Santi yang memperjuangkan pelegalan ganja untuk pengobatan anaknya yang mengidap cerebral palsy. Ibu Santi telah mengajukan uji materi (judicial review) UU Narkotika ke Mahkamah Konstitusi (MK) sejak 2020. Pihak lain juga melakukan gugatan serupa ke MK
Pantauan detikcom, Kamis (30/6), terlihat Santi dan kuasa hukum ganja medis, Singgih Tomi Gumilang, hadir dalam rapat yang digelar di ruangan Banggar DPR. Rapat itu juga dihadiri Ketua Pembina Yayasan Sativa Musri Musman dan Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Dhira Narayana. Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa.
Dalam kesempatan itu, Musri awalnya sempat memaparkan penjelasan ilmiah terkait penggunaan ganja untuk pengobatan. Dia menyebut selama ini para peneliti terhalang oleh UU Narkotika terkait pemanfaatan ganja untuk medis.
“Kita melihat kepedulian kita, perhatian kita terhadap ini (ganja medis) bersentuhan dengan Pasal 8 UU Nomor 35 Tahun 2009 yang tidak dapat kita gunakan untuk tujuan medis. Itu tentu yang menjegal para peneliti-peneliti untuk memanfaatkan ganja ini dalam kapasitasnya menolong sesamanya,” kata Musri saat itu.
Sementara itu, Desmond kemudian menggarisbawahi soal perlunya ada badan pengawas penggunaan ganja medis itu. Menurutnya, ihwal itu akan ditindaklanjuti oleh panitia kerja (panja) revisi UU Narkotika di Komisi III DPR.