Infoacehtimur.com / Internasional – Perkara nonton film drama Korea atau Drakor, Korea Utara (Korut) dilaporkan mengeksekusi mati tiga siswa SMA. Selain nonton, mereka terlibat menyebarkan film tersebut.
Setelah ketahuan menonton dan menyebarkan drama Korea Selatan atau K-drama, pada awal Oktober 2022.
Namun menurut laporan Radio Free Asia (RFA), tiga remaja ditembak mati, dua karena menonton dan mengedarkan film-film Korea Selatan, dan satu karena membunuh ibu tirinya.
Baca Juga: Kepala kepolisian Negara Korea Membungkuk Maminta Maaf Atas Insiden Itaewon
Baca Juga: Presiden Baru Korea Selatan Seperti Donald Trump
“Mereka mengatakan, ‘Mereka yang menonton dan mengedarkan film-film dan drama-drama Korea Selatan, dan mereka yang mengganggu ketertiban sosial dengan membunuh orang lain, tidak akan diampuni dan akan dijatuhi hukuman maksimum yaitu mati,'” tutur seorang warga kota Hyesan di perbatasan Korea Utara-China, seperti dilansir RFA, Jumat (2/12/2022) lalu.
Menurut warga tersebut, eksekusi mati ketiga remaja berusia antara 16 dan 17 tahun itu dilakukan di depan umum di sebuah pangkalan udara di Hyesan.
“Warga Hyesan berkumpul secara berkelompok di landasan pacu,” tutur warga tersebut.
“Pihak otoritas menempatkan para siswa remaja itu di depan umum, menghukum mati mereka, dan secepatnya menembak mereka.”
Menurut RFA, eksekusi seperti itu jarang terjadi di Korea Utara. Namun bukan tidak pernah terdengar.
Korea Utara sendiri telah memperkenalkan hukum baru pada 2020, yang akan mengeksekusi setiap individu yang mengimpor atau menjual materi audiovisual Korea Selatan.
Karena rentang usia target pemirsa drama, undang-undang (UU) tersebut diberlakukan bahkan untuk anak di bawah umur.
Sebelum kasus ini, Korea Utara diduga menahan hukuman bagi mereka yang masih di bawah umur.
Dikutip dari Allkpop, para siswa yang telah dieksekusi itu dilaporkan telah menonton sejumlah serial TV Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Mereka disebut ditangkap oleh pihak otoritas saat berusaha menyalurkan rekaman tersebut di antara teman-temannya.
Meski perangkat hukum dengan hukuman yang keras telah diterapkan, konten Korea Selatan tetap tersebar dengan luas di kalangan pemisa Korea Utara.
Menurut Allkpop yang mengutip laporan-laporan media, ketika ditanya apakah mereka menonton serial TV Korea Selatan seperti Squid Game dan Crash Landing On You, sebanyak 96 persen responden Korea Utara mengatakan “iya”.
Hukuman mati sendiri telah dijatuhkan kepada sejumlah orang yang diduga menonton dan menjual drama atau lagu-lagu Korea Selatan.
Selain eksekusi mati, hukuman bagi yang melanggarnya adalah dipenjara atau dijebloskan ke kamp kerja paksa.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un ingin rakyat Korea Utara agar warganya mengganti nama mereka menjadi nama yang lebih patriotik.
Ia menegaskan ingin rakyatnya mengganti nama menjadi seperti Chong Il (berarti pistol) atau Pok Il (bom).
Ia juga menyebut, nama seperti Chung Sim (kesetiaan) dan Ui Song (satelit) sebagai nama yang patriotik.
Sementara di negeri tetangga Korea Selatan, nama dengan arti yang romantis seperti A Ri (yang tercinta), So Ra (cangkang keong), dan Su Mi (sangat cantik), amat populer. Namun, Kim Jong-un ingin tren seperti itu diakhiri di Korea Utara yang tertutup.
Dikutip dari Daily Star, Kim Jong-un menegaskan, nama ala Korea Selatan itu menjadi tanda bahwa Seoul hanya menjiplak budaya Yankee Barat yang merosot.
Warga yang tak mengganti namanya menjadi sesuatu yang lebih revolusioner pada akhir tahun ini bisa menerima denda atau lebih buruk lagi.
“Para warga mengeluhkan pihak pemerintah memaksa warga mengganti nama mereka berdasarkan standar yang ditetapkan negara,” ujar seorang warga Korea Utara yang identitasnya tak diungkapkan, dikutip dari Radio Free Asia.
Ia mengatakan, pemberitahuan terus dilakukan pada rapat warga unit pengawas lingkungan dengan mengganti nama tanpa konsonan akhir.
“Orang-orang dengan nama yang tak memiliki konsonan terakhir memiliki waktu hingga akhir tahun untuk menambahkan makna politik pada nama mereka untuk memenuhi standar revolusioner,” katanya.
Ia pun mengatakan, rakyat Korea Utara tak senang dengan perintah itu.
Beberapa bahkan berani bertanya apakah mereka bisa memberikan nama anak mereka untuk merefleksikan era kelaparan dan penindasan saat ini.
Bahkan, ada yang menegaskan, mendikte nama apa yang pantas diberikan orang tua pada anaknya adalah tanda tirani yang keterlaluan.
“Bagaimana mungkin seseorang tak diizinkan memberikan nama sendiri?!” ujar salah seorang warga.
“Apakah kami hewan ternak atau bagian dari mesin?!” lanjutnya.
Baca Juga: Nah Loh! Hina Polisi Dipenjara 18 Bulan, Ini Deretan Delik Penghinaan di RKUHP
Baca Juga: Al-Farlaky FC Kandaskan Impian Persipura Gandapura, Unggul 2-0 di Stadion PIM
Sumber: TribunMedan/Kompastv