INFOACEHTIMUR.COM | Sepanjang April 2022, jajaran kepolisian di Aceh menyita 44,5 ton bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi yang ditimbun. Sebanyak 25 pelaku ditetapkan sebagai tersangka. Pengawasan distribusi bahan bakar bersubsidi pun diperketat agar tepat sasaran.
Kasus terbaru, pada Minggu (17/4/2022), aparat Polres Kota Langsa menahan MS (37), warga Langsa tersangka penimbun solar. Dari MS ditemukan solar 200 liter dan sejumlah drum kosong yang diduga untuk menimbun solar.
Kepala Polres Kota Langsa Ajun Komisaris Besar Agung Kanigoro Nusantoro, Senin (18/4/2022), mengatakan, polisi mendapatkan informasi dari warga bahwa ada praktik penimbunan solar di rumah MS. Saat digeledah, polisi menemukan 200 liter solar dalam jeriken.
MS pun ditahan karena tidak dapat memperlihatkan surat izin menyimpan solar dalam jumlah banyak. ”Dia sekarang ditahan untuk proses penyelidikan,” kata Agung.
Dihubungi terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Komisaris Besar Sony Sonjaya mengatakan, sepanjang April 2022, jajaran kepolisian di seluruh Aceh telah menangani 21 kasus penimbunan solar. Adapun jumlah tersangka 25 orang.
Dari 21 kasus tersebut, kata Sony, barang bukti yang disita total 44.575 liter atau 44,5 ton solar. Kasus tersebut tersebar di beberapa kabupaten/kota, di antaranya Aceh Besar, Aceh Utara, Nagan Raya, Aceh Tamiang, Pidie, dan Aceh Jaya.
Sony mengatakan, pengawasan penyaluran solar diperketat agar tidak ada praktik penimbunan. Penimbunan dapat membuat BBM bersubsidi langka di pasaran. Diduga pelaku akan menjual solar bersubsidi itu kepada konsumen dengan harga yang lebih tinggi.
Sesuai dengan Peraturan Presiden No 191 Tahun 2014, pengguna yang berhak atas solar subsidi untuk sektor transportasi adalah kendaraan berplat hitam untuk mengangkut orang atau barang, kendaraan untuk layanan umum (ambulans, pemadam kebakaran, pengangkut sampah), dan kendaraan berplat kuning.
”Pengawasan kami perketat dan pelaku penimbun kami tindak tegas. Kami harus memastikan tidak ada penyalahgunaan distrubsi bahan bakar bersubsidi,” kata Sony.
Sekretaris Panglima Laot/Lembaga Adat Nelayan Aceh Miftah Cut Adek menuturkan, selama ini nelayan kesulitan mendapatkan solar meskipun mereka telah memperlihatkan kartu atau surat sebagai nelayan. Sering kali jumlah yang didapatkan nelayan tidak mencukupi untuk kebutuhan melaut. Akibatnya, nelayan terkadang terpaksa menggunakan solar nonsubsidi.
Miftah mengatakan, kesulitan nelayan mendapatkan solar bersubsidi terjadi di semua kabupaten/kota dan sudah berlangsung bertahun-tahun. Dia pun berharap tidak ada pihak-pihak yang bermain dalam penyaluran solar bagi nelayan yang rata-rata hidup dalam kondisi ekonomi yang buruk.
Saat nelayan tidak mendapatkan solar bersubsidi, mereka tidak bisa melaut. Dampaknya, nelayan tidak mempunyai penghasilan. Miftah berharap penyaluran solar bersubsidi diawasi dengan ketat agar tidak ada penyalahgunaan./Kompasid/