Aceh Timur / Aktivis HAM Aceh, Ronny H, mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Timur, untuk mengevaluasi kembali standar penggajian tenaga kesehatan yang bekerja di beberapa rumah sakit di daerah tersebut.
Ia mengungkapkan kondisi miris dan memprihatinkan masih saja dialami para tenaga kesehatan seperti perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya yang menjadi karyawan kontrak di daerah kaya penghasil minyak dan gas tersebut.
” Aceh Timur ini daerah kaya, penghasil minyak dan gas, masak perawat, bidan, dan lainnya rencana cuma mau digaji Rp.500 ribu saja, apakah itu layak? apalagi jika mereka berasal dari keluarga kurang mampu,” kata Ronny, Rabu 16 Februari 2022.
Menurut Ronny, para perawat, bidan dan nakes lainnya merupakan bagian dari pekerja kemanusiaan, yang semestinya mendapat penghormatan yang tinggi dan upah yang sangat memadai. Ditambah lagi mereka merupakan garda terdepan dalam melayani masyarakat di masa pandemi ini.
” Mereka itu pekerja kemanusiaan yang harus sangat dihargai jasa – jasanya, mungkin kalau kita atau keluarga kita sakit, bahkan sakit parah, merekalah yang siang malam merawatnya, jadi nasib dan kesejahteraan mereka jangan dipandang sebelah mata, tapi harus diperjuangkan sebaik mungkin,” ucap pengkritik cadas yang dikenal fokus pada problem sosial seperti kemiskinan, pengangguran, demokrasi dan hak asasi manusia itu.
Ronny menduga, pengganjian yang minim terhadap nakes kontrak selama ini ada kaitannya dengan cara pandang pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam hal menghargai profesi tersebut.
” Memang mereka pegawai kontrak dan bakti, tapi apa pantas sebulan cuma dapat gaji ratusan ribu, bisa buat apa segitu? sementara tenaga mereka dipakai sedemikian rupa siang dan malam, tentunya cara pandang pemerintah
dalam hal menghargai profesi ini patut dipertanyakan?” ujar Ketua Forum Pers Independent Indonesia (FPII) Provinsi Aceh tersebut.
Dia mengaku heran atas alasan pemerintah soal kekurangan anggaran untuk menggaji para nakes tersebut, sebab sudah menjadi rahasia umum, jika dicurigai banyak proyek dan program – program lainnya yang justru kebanjiran anggaran seperti berbagai program
bimtek ke luar daerah.
” Heran aja kita, buat hal lain ada duitnya, proyek ini – proyek itu, bahkan bimtek ke luar daerah miliaran duitnya ada, padahal kita belum tahu hasilnya itu apa? nah ini buat yang memang jelas – jelas penting, anggarannya kurang? gaji perawat ratusan ribu, gaji dan tunjangan pejabat jutaan, bahkan puluhan juta, apa itu adil?” ketus putera Idi Rayeuk tersebut.
Dia meminta pemerintah tidak menganggap enteng upah murah kepada para nakes di Aceh Timur, karena menurut Ronny, hal itu bisa berdampak luas, terutama pada kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
” Apa pun alasannya pemerintah mesti kerja keras memperjuangkan ini, agar mereka bisa digaji sesuai dengan jasanya, kalau mereka digaji segitu, tentunya jadi gak semangat, dan kualitas pelayanan bisa terganggu,
lantas kalau seandainya nanti mereka ngambek gimana, siapa yang mau rawat pasien, apa para pejabat? kan efeknya masyarakat juga yang bakal dirugikan, ” cetusnya.
Ronny berharap, nantinya seluruh nakes di Aceh Timur dapat digaji sesuai dengan upah minimum, yang menjadi standar ideal upah bagi para pekerja pada umumnya.
” Kami mendorong pemerintah untuk memikirkan hal ini secara serius, sedangkan buruh saja, baik yang sekolah maupun gak sekolah, gajinya bisa berjuta – juta, apalagi ini orang – orang kuliahan yang bekerja mempertaruhkan nyawa dan keselamatannya setiap hari demi melayani masyarakat, tapi digaji tidak layak sama sekali,” ungkapnya.
Dia juga berharap polemik yang baru saja terjadi di salah satu rumah sakit di Aceh Timur, dapat segera teratasi dengan baik dan menempuh solusi berkeadilan, yang juga merupakan win – win solution bagi semua pihak. Ronny juga menghimbau agar para nakes tidak melakukan hal – hal yang bisa berdampak pada pasien, sehingga dikhawatirkan dapat berakibat fatal.
” Semoga polemik yang baru saja terjadi dan dialami saudara – saudara kita semua di RS tersebut, dapat diselesaikan dengan baik dan sejuk, kami mendorong diutamakannya dialog untuk mufakat, dan kita harap para nakes mengutamakan kepentingan keselamatan pasien di atas segalanya saat bertugas melayani, sebagai wujud tanggungjawab dan pengabdiannya yang tulus,” pungkas alumni Universitas Ekasakti itu menutup keterangannya.***