EDITORIAL – Peristiwa kecelakaan yang menyebabkan para korban meregang nyawa bersama api ledakan sumur minyak di Ranto Peureulak tersorot dengan beragam sudut pandang oleh masyarakat aceh, khususnya aceh timur.
Minyak sebagai Sumber Daya Alam yang mendatangkan rahmat ialah sebuah kepastian. Namun, pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) secara benar memiliki pengaruh besar bagi keselamatan ikhtiar para pengais rezeki.
Tak elak seperti pengendara motor pada malam hari yang lebih selamat dengan lampu kendaraan yang memadai, begitu pula keselamatan kerja bagi para pengebor sumur minya di Ranto Peureulak.
Sebagai manusia berakal sehat dan berhati sadar, bahwa sangat patut untuk disayangkan jika upaya perbaikan tata kelola sumur minyak Ranto Peureulak hanya diperbincangkan ketika terjadi ‘peristiwa mematikan’ saja.
Bukan hanya kali ini di bulan Maret 2022, namun sebelumnya telah beberapa kali terjadi insiden yang merenggut nyawa warga yang bekerja di ladang minyak tersebut.
SDA sebagai rahmat bagi warga yang menggantungkan sumber pendapatan pada sumur minyak tersebut telah disadari mulai dari bocah umur Sekolah Dasar (SD) yang mengutip sisa rembesan minyak, pekerja sebagai kuli angkut minyak, tukang pengebor, pemodal alat pengeboran, hingga pemerintah dan wakil rakyat (DPR).
Mereka semua sadar akan keselamatan kerja pengeboran minyak, sebagaimana mereka sadar betapa beruntung bumi Peureulak dengan kandungan alamnya.
Namun apa yang menyebakan warga pekerja pengeboran minyak itu seolah menyepelekan keselamatan jiwanya sendiri ?
Apa yang membuat pemerintah seolah tertahan untuk menciptakan tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) yang baik bagi masyarakatnya ?
Tata kelola kelompok tani bisa menjadi contoh ‘jiplak’ ringan untuk membuka sudut pandang sadar bagi pekerja pengeboran dan pemangku kebijakan di Bumi Serambi Mekkah.
Terbersit dalam kepala sebagian kecil publik Aceh Timur, bahwa kelompok tani mampu dibina dengan menyediakan ‘pemandu’ untuk menyuluh setiap tanaman yang dibudidayakan petani.
Sejurus dengan tata kelola potensi pertanian, sudah selayaknya pemerintah selaku Pemimpin Negeri dapat mampu mendatangkan kebijakan dan solusi terkait tata kelola sumur minyak Ranto Peureulak secara lebih baik, lebih selamat, lebih aman, dan lebih menguntungkan warga Ranto Peureulak.
Kilas peristiwa kecelakaan di sumur minyak Ranto Peureulak: pada 25 April 2018 terjadi kebakaran sumur minyak di Desa Pasir Putih, Ranto Peureulak yang menimbulkan korban meninggal dunia sebanyak 21 orang dan 39 orang mengalami luka-luka. (Badan Penanggulangan Bencana Aceh)
Korban meninggal dunia itu menghadap maha kuasa, bukanlah untuk menjemput solusi bagi perbaikan tata kelola SDA minyak Bumi Ranto.
Sangatlah kolot jika solusi didatangkan berdasarkan jumlah korban, maupun tingkat kerusakan.
Maka tak perlu menanyakan “Butuh berapa nyawa lagi ? Agar warga bisa lebih sadar akan keselamatan kerja. Butuh berapa insiden lagi ? Supaya pemerintah lebih mengupayakan kebijakan bagi kemaslahatan pemanfaatan rahmat tuhan.
Setelah insiden Jumat malam pada 11 maret 2022 ini, warga pekerja mampu mengambil ‘mauidhah’ sebagai pelajaran dari kecelakaan yang merenggut nyawa temannya, tetangganya itu.
Pemerintah harus lebih kencang ‘mempacu’ kinerjanya untuk menghadirkan kebijakan pengelolaan bagi kemaslahatan pemanfaatan rahmat dari allah Ta’ala.