Penulis: Muammar Yahya
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh)
Negara hukum yang membahagiakan rakyatnya adalah konsep negara hukum yang dikemukakan oleh Prof Satjipto Rahardjo.
Saat diminta senior saya Andri Munanzar (Ketua Forum Mahasiswa Aceh Dunia) dan Kun Misbahul Munawar (Mantan Ketua PPI Ajerbaizan) untuk menulis, terus terang saya tidak tahu apa yang harus ditulis karena memang sudah cukup lama saya tidak aktif lagi menulis di berbagai media setahun terakhir ini.
Sepulang ngopi malam itu, seorang teman sesama mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang mengirimkan saya flayer webinar yang dilaksanakan oleh Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Acara yang dimoderatorin oleh teman baik saya (Anggita Doramia Lumbanraja S.H.,M.H) yang merupakan juga dosen Universitas Diponegoro tersebut mengusung tema Rekonstruksi Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya.
Hukum yang membahagiakan rakyatnya adalah narasi yang sering saya dengar diruang kelas, bahwa itu bukanlah narasi yang asing untuk mahasiswa hukum Universitas Diponegoro, karena narasi Negara hukum yang membahagiakan rakyatnya adalah narasi yang sering dipopularkan oleh seorang begawan hukum terkemuka dinegeri ini yang telah berpulang kepangkuan Gusti Allah SWT yakni Prof. Satjipto Rahardjo. bukunya yang berjudul Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyat dan Pikiran-pikirannya terus diperbincangkan hingga kini karena visinya yang jauh ke depan. Izinkan saya mengambil inspirasi dari judul tersebut untuk tulisan ini yang berisikan beberapa tanggapan beberapa isu krusial yang terjadi di ruang publik.
Seharusnya Negara hadir menjadi pilar utama penjamin pemenuhan hak asasi warga negaranya. Artinya seluruh proses pembangunan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip luhur hak asasi manusia, partisipasi warga, dialog dengan warga, persetujuan dan terpenuhinya hak-hak ekonomi hingga hak-hak sosial.
Masyarakat yang seharusnya menjadi subjek penerima manfaat dari adanya pembangunan bukan malah menjadi objek ketidakadilan yang dilakukan oleh Negara melalui lembaga-lembaga Negara, yang menyebabkan kita kian jauh dari konsep pemikiran Prof Sadjipto Rahardjo yakni Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya.
Politik hukum yang seharunya melahirkan berbagai regulasi yang memberikan keadilan, memanfaatan, kesejateraan serta kebahagiaan terhadap masyarakat, hari-hari ini hal tersebut seolah dilupakan dan terlewatkan. Ketidak percayaaan publik terhadap lembaga Negara dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang membahagiakan masyarakat, itu dimulai dari lembaga Negara tertinggi hingga sampai pada yang terendah. Baik anggota legislatif yang berkantor disenayan hingga pula yang berkantor di Ibukota Provinsi masing-masing daerah. Bagaimana tidak, Dewan Perwakilan Rakyat yang seharusnya menyuarakan kepentingan-kepentingan masyarakat mulai dari terpenuhinya kesehatan hingga pendidikan, akan tetapi malah mereka melakukan deal-deal kotor yang lebih memperihatinkan adalah dengan Mahasiswa dilibatkan dalam permainan kotor mereka.
BEGAL DANA PENDIDIKAN (BEASISWA)
Kata BEGAL bukanlah kalimat yang baru, begal adalah istilah yang sudah lama terdengar di dunia kejahatan. begal sering diartikan sebagai penyamun “perampasan” ditempat sepi. Kata begal sekarang ini sering digunakan diberbagai media untuk memberitakan tindak pidana kejahatan perampasan yang dilakukan terhadap kendaraan bermotor. Akan tetapi, lima tahunan belakangan ini di Aceh kata begal sering digunakan untuk memberitakan atau hanya sekedar bercengkrama di warung kopi terkait pemotongan/begal dana Beasiswa yang bersumber dari aspirasi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRA).
Semingguan terakhir ini, isu begal dana beasiswa kembali hangat menjadi pembicaraan, walau sebenarnya ini isu lama, tetapi perbincangan tentang ini selalu menarik. baik diskusi-diskusi diruang kampus atau hanya sekedar menjadi topik obrolan ngopi di warung kopi, seperti topik-topik lain yang sering kita selesaikan diwarung kopi.
Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh memberikan himbauan kepada penerima beasiswa yang tidak berhak guna mengembalikan uang ke kas Negara. Himbauan tersebut memang tidak begitu mengejutkan toh mulai dari 2018 himbauan pengembalian kerugian Negara oleh penerima beasiswa yang tidak berhak dengan tidak memenuhi persyaratan sudah pernah di himbau oleh Inspektorat Aceh.
Sebenarnya penyelewengan/begal dana beasiswa jalur aspirasi tersebut sangatlah memprihatinkan, dimana seharusnya anggota Legislatif yang seharusnya memperjuangkan dengan melahirkan berbagai kebijakan/regulasi yang mensejaterakan dan membahagiakan rakyatnya, namun dalam praktiknya sangatlah bertolak belakang, serta yang semakin memperihatinkan ditambah dengan situasi pendidikan Aceh yang sangatlah miris.
Secara nasional, rangking pendidikan Aceh masih rendah, sehingga sangatlah perlu dukungan dana beasiswa bagi siswa dan mahasiswa berprestasi untuk meningkatkan prestasinya bukan malah dijadikan objek ekploitasi oleh para Anggota Dewan yang terhormat.
John C. Bock , dalam education and Deveplopment: A Conflict Meaning. Memandang bahwa keterbelakangan dan kemiskinan suatu daerah/Negara dikarenakan derah/Negara tidak mempunyai cukup penduduk yang memiliki pengetahuan, kemampuan dan sikap modern. Dengan merujuk pada teori tersebut maka sangatlah tidak mengherankan bila beberapa tahun terakhir kita selalu melihat Aceh masuk dalam daftar daerah termiskin.
Penyelesaian kasus begal/penyelewengan beasiswa aspirasi sudah seharusnya segera diselesaikan oleh penegak hukum, sehingga asumsi publik terhadap kasus ini telah dipolitisasi terbantahkan, sudah terlalu lama kasus yang merusak citra mahasiswa Aceh dibiarkan tidak menemukan kejelasan. Mahasiswa (rakyat) yang seharusnya merasakan kebahagian dengan adanya kebijakan/regulasi beasiswa pendidikan, malah diseret dalam kubangan kotor permofakatan jahat yang merugikan keuangan Negara oleh oknum legislatif dan antek-enteknya dengan dalih biaya kepengurusan.
Kita semua harusnya prihatin, prihatin terhadap situasi Negara kita yang sedang tidak baik-baik saja, hukum yang seharusnya mensejaterakan rakyatnya malah sering dipaksa untuk menjerat rakyatnya. Di akhir tulisan ini, ucapan terima kasih tidak luput saya ucapakan kepada Alm. Prof Satjipto Rahardjo yang telah menuangkan pikiran-pikiran serta gagasan-gagasan emasnya dalam banyak tulisan, karena disanalah tempat para dahaga ilmu seperti saya menggali dan mempelajari pikiran-pikiran emas nya. Semoga Allah SWT Merahmatinya.