Infoacehtimur.com, OPINI – Ditengah kusyuknya ibadah menghadap sang ilahi rabbi terdengar teriakan dari para pemuda ber almamater perguruan tinggi di tanah rencong Iskandar Muda tampil memukau laksana pejuang yang menyuarakan kepentingan rakyat Aceh.
Seusai salam di ucapkan oleh iman dan jamaah seusai menunaikan ibadah shalat Zuhur, Kebisingan mulai memadati area BMA Banda Aceh, Lokasi penampungan Rohingnya para pengungsi dari negeri seberang.
Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang telah tinggal selama berabad-abad di Myanmar – negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, menurut Badan Pengungsi PBB, UNHCR.
Kisah memilukan terjadi di tanah kelahirannya membuat Rohingnya hijrah ke berbagai negara belahan dunia di bawah naungan UNHCR mencari Suaka.
“Sebagai populasi tanpa kewarganegaraan, keluarga Rohingya tidak memiliki hak-hak dasar dan perlindungan, serta sangat rentan terhadap eksploitasi, kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender, serta pelecehan,” tulis keterangan UNHCR, di kutip dari BBC.com
Tak sedikit dari Orang-orang Rohingnya Hijrah untuk mencari perlindungan, Hingga akhirnya mereka menemukan Sebuah Pulau Sumatera di Ujung Indonesia yang warganya di kenal dengan keramahan Laksana petuah “Mulia Wareh Ranub Lampuan, Mulia Rakan Mameh Suara”.
Aceh di kenal dengan kekayaan sumber daya alam haruskah menutup mata mengusir orang orang yang bertamu lebih lagi membutuhkan pertolongan dari orang Aceh yang seiman se Agama ?
Peristiwa Memilukan tidak seharusnya di lakukan oleh para Mahasiswa Aceh yang di kenal Cendekiawan, Bersuku Bangsa Pejuang, bahkan Sejarah Mencatat bahwa Orang Aceh mengusir para Penjajah, Akankah kini langkah yang Mahasiswa ambil sebagai bentuk Penjajahan atas Rohingnya.
Tentu saja Demonstrasi bukanlah satu-satunya langkah yang di sikapi oleh Mahasiswa, ada langkah yang lebih A’rif nan Bijaksana dalam menangani persoalan yang menimpa warga Rohingnya selain Mengusir mereka dari Tanoh Para Aulia.
Langkah Bijaksana dapat di Lakukan Mahasiswa dengan Audiensi ke pemerintahan, bahkan Mahasiswa bisa mengadakan diskusi publik dengan berbagai tokoh bangsa di Aceh dalam menentukan sikap. Mungkinkah pemerintah Aceh Menutup Mata ?
Gebrakan ini selayaknya di tuju ke pemerintah pusat yakni Prof Mahfud MD Mentri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan atau seharusnya di tuju ke Achmad Marzuki Pj Gubernur Aceh.
Jika Pemerintah tidak mampu menuntaskan Persoalan Rohingnya maka dalam pandangan Penulis, hal yang paling Ekstrim mahasiswa menempati diri sebagai “Aceh Garis Keras” menuntut Prof Mahfud MD dan Achmad Marzuki mundur dari Jabatannya.
Hal itu seyogyanya di lakukan bukan tidak mendasar, Aturan menolong pengungsi dijelaskannya, termuat berdasarkan Konvensi Pengungsi PBB tahun 1951 dan Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2016.
Rohingnya merupakan Insan Manusia yang memeluk Agama Islam, kondisinya amat sangat memprihatinkan, mereka (Rohingnya) sangatlah layak untuk di bantu dan di Tolong.
Jangan Men JAS perilaku Rohingnya lainnya untuk menentukan perilaku Rohingnya yang ada di Aceh. Pengungsi yang notaben nya beragama Islam ini, wajar di bantu dan di jaga oleh bangsa Aceh, sekalipun dengan kesepakatan dan aturan yang ketet.
Oleh Karena itu Pemuda Pemudi Aceh sudah seharusnya berfikir kritis bukan melakukan tindakan Keji Biadab Apalagi Anarkis.
Tgk. Irwansyah,S.Sos (Penulis Merupakan Pemuda Kabupaten Aceh Timur)