Banda Aceh | Sebanyak 70 massa yang tergabung terdalam Federasi Serikat Pekerja Mental Indonesia (FSPMI)Aceh dan Aliansi Buruh Aceh (ABA) melakukan aksi Demo Rabu 23/2/2022 di Banda Aceh
Dari amatan media ini mereka mulai berkumpul pukul 9.30 di depan halaman Mesjid Raya Baiturrahman Kota Banda Aceh dengan membawa sajumlah spanduk dan alat peraga lain nya.
Selanjutnya massa melakukan aksi dibundaran simpang lima ,kemudian bergerak ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh dan sesuai rencana mereka juga akan melakukan aksi didepan BPJS ketenagakerjaan Aceh serta DisnakerMobduk Aceh.
Sekretaris Aliansi Buruh Aceh ,Edy Jaswar, mengatakan, Aliansi Buruh Aceh dengan tegas menyatakan MENGUTUK KERAS kebijakan
Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Jaminan Hari Tua yang secara nyata merupakan kebijakan yang ZALIM. Sebagai pihak yang terkena imbas langsung dari aturan ini,
Maka,FSPMI Aceh dan Aliansi Buruh Aceh
mendesak Presiden RI mencopot Menaker Ida Fauziah yang telah mencederai nasib kaum tenaga kerja di Indonesia.
“kami juga meminta DPRA Aceh mengeluarkan Petisi Penolakan terhadap Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 mewakili rakyat dan bangsa Aceh, juga kepada Gubernur Aceh mengeluarkan Petisi Penolakan terhadap Permenaker Nomor 2 Tahun
2022 mewakili Pemerintahan Aceh” Ungkap Edy.
Selain Aliansi Buruh Aceh menuntut DPR Aceh segera merevisi Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan sebagai upaya menuju Aceh yang mandiri dalam bidang ketenagakerjaan.
Kepada kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi dan Kabupaten/Kota mengeluarkan petisi penolakan
terhadap Permenaker Nomor 2 Tahun 2022,
Begitu juga Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan Banda Aceh dan kantor cabang lainnya di Aceh
mengeluarkan petisi penolakan terhadap Permenaker Nomor 2 Tahun 2022.
Edy menuturkan apa yang terjadi terhadap buruh saat ini ibarat Gempa dan tsunami maha dahsyat telah menimpa rakyat Indonesia dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) ditengah Indonesia sedang melawan wabah covid-19.
“salah satunya klaster ketenagakerjaan yang telah merontokkan sendi-sendi kehidupan ketenagakerjaan di tanah air, ditandai dengan mudahnya terjadi PHK dimana-mana, status kerja
kontrak dan outsorcing merajalela, waktu dan sistem kerja yang semakin diskriminatif,
ditambah lagi menjamurnya tenaga kerja asing masuk dan menjadi tuan ditanah endatu serta jaminan sosial yang semakin kritis” ungkapnya.
Kemudian muncul Gelombang tsunami susulan pertama lahir melalui PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dimana telah menciderai dan menyapu kebijakan yang pro terhadap kesejahteraan tenaga kerja
Indonesia.
Aturan upah dibuat sedemikian rupa sehingga banyak pihak dibuat tidak punya wewenang
(termasuk Dewan Pengupahan Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota) melalui ramuan regulasi yang bersifat hanya menguntungkan 1 belah pihak saja dan merugikan tenaga kerja.
Mereka memaksa tenaga kerja Indonesia menjadi babu di negeri sendiri dan mengarah kepada kejahatan kemanusiaan yang terstruktur tanpa peduli terhadap kebutuhan hidup yang selayaknya untuk hidup dan
berkehidupan.
Lalu, Februari 2022 gelombang tsunami susulan kembali menimpa kaum tenaga kerja di
Indonesa melalui Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tanggal 2 Februari 2022 tentang Tata Cara dan persyaratan Pembayaran Jaminan Hari Tua.
Aliansi buruh Aceh menilai Aturan itu sangat krusial dan menyayat hati kaum tenaga kerja terdapat dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa manfaat JHT bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan yang mengundurkan diri dan terkena PHK diberikan (dicairkan) pada saat peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
Hal ini dapat membuat tenaga kerja bisa mati sebelum waktunya ditengah kondisi pandemic covid-19 yang hingga hari ini belum ada kejelasan kapan berakhirnya. Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ini adalah sebuah KEZALIMAN yang nyata,Kata Edy Jaswar.***