Infoacehtimur.com | Aceh – Rencana pemerintah menaikkan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi diantaranya solar, dan pertalite melahirkan banyak penolakan dari masyarakat dan mahasiswa.
Penolakan tersebut juga dilakukan oleh Organisasi mahasiswa Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Lhokseumawe dan Aceh Utara.

“Jika pemerintah menaikan harga minyak maka pemerintah tidak punya itikad baik dalam memahami kondisi rakyat akar rumput saat ini, ujar Ketua LMND Lhokseumawe Iswandi.
Menurut Iswandi kenaikan harga tersebut akan membuat masyarakat melarat dikarenakan kondisi saat ini masi dalam tahapan penyembuhan ekonomi pasca Covid-19.
“Karna saat ini bukan kenaikan harga minyak yang dibutuhkan oleh rakyat, akan tetapi mensterilkan apa yang belum selesai jangan hanya kemudian pemerintah menambah jeritan rakyat di mana-mana,” paparnya.
Ia melanjutkan “di negara kita ada sekitar 64 juta UMKM yang bergantungan pada BBM bersubsidi. Jika pemerintah menaikan harganya maka mereka akan terbebani sehingga akan banyak lagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan,” jelasnya.
Baca Juga:
- LMND Banda Aceh Akan Melaksanakan Konferensi Kota Perdana
- LMND Aceh: Mengecam Tindakan Represif Aparat Kepolisian terhadap Masa aksi yang tergabung dalam Front Mahasiswa dan Rakyat Aceh Menggugat
- 17 Tahun MoU Perdamaian Mahasiswa Aceh Timur Datangi Kantor DPRK
Kenaikan BBM bersubsidi merupakan akibat pembengkakan anggaran dan lonjakan harga minyak dunia. Dalam APBN harga minyak mentah dunia, semula diasumsikan US$100 per barel ternyata realisasinya US$105 per barel. Sedangkan, konsumsi pertalite naik dari kuota 23,05 juta kiloliter menjadi 29,07 juta kiloliter, sementara solar dari target 15,1 juta kiloliter menjadi 17,44 juta kiloliter. Diperkirakan kuota pertalite akan habis September 2022 sedangkan solar akan habis pada bulan Oktober 2022.
“Dalam kontek ini, pemerintah gagal mengawasinya, terbukti penggunaan BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Data menunjukkan, 86 persen pertalite di konsumsi oleh rumah tangga dan 14 persen dunia usaha. Dari 86 persen porsi rumah tangga, 80 persen dinikmati oleh rumah tangga mampu dan hanya 20 persen yang dinikmati rumah tangga miskin,” ungkap Iswandi.
Pemerintah dalam hal ini harus merevisikan Peraturan Prisiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang pihak-pihak yang berhak menerima subsidi.”
“Pemerintah harus mengambil sikap merevisikan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 untuk mempertegas pihak-pihak yang berhak menerima subsidi. tidak terlepas juga pengawasan ketat dari pemerintah dan kepolisian agar BBM bersubsidi tidak dipergunakan oleh perusahaan pertambangan dan perkebunan,” tegasnya.