Infoacehtimur.com, Ranto Peureulak – PT Atakana Company menyatakan bahwa status kepemilikan dan legalitas operasional perusahaan saat ini sudah sah secara hukum.
Hal ini ditegaskan setelah seluruh proses hukum selesai di dua pengadilan, yaitu Pengadilan Negeri Idi dan PTUN Jakarta.
Kuasa hukum perusahaan, Irfan S.H., menyebutkan bahwa kepengurusan perusahaan mulai dari direksi, komisaris, hingga pemegang saham sudah tercatat resmi di Kementerian Hukum dan HAM RI.
“Status PT Atakana sudah bersih, tidak lagi ada sengketa. Semua legal dan sah,” kata Irfan, Selasa (27/5/2025).
Pernyataan ini disampaikan menanggapi pemberitaan terkait penolakan sejumlah warga Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, terhadap perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang akan habis pada 2026.
Menanggapi klaim lahan sebagai tanah adat, Irfan menegaskan bahwa hal tersebut sepenuhnya kewenangan pemerintah melalui jalur agraria yang sah.
Ia menyebut lahan 3.455 hektare yang dikelola PT Atakana telah memiliki izin HGU sejak 1990-an.
“Kalau ada warga yang klaim, silakan. Itu hak mereka. Tapi kami pastikan, semua lahan yang kami kelola punya izin resmi,” ucapnya.
Saat ini, PT Atakana sedang mengurus kelengkapan administrasi untuk perpanjangan HGU.
Perusahaan juga menyatakan siap mengikuti proses pengukuran ulang yang akan dilakukan pemerintah Aceh sesuai arahan Gubernur Muzakir Manaf.
“Kami dukung penuh proses verifikasi. Kami tidak kuasai tanah di luar HGU yang sah,” tambah Irfan.
PT Atakana juga mengajak masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh isu-isu yang belum jelas kebenarannya.
Menurut perusahaan, operasional kebun sudah berjalan normal sejak tuntasnya polemik hukum, dan perusahaan tetap membuka diri untuk berdialog dengan masyarakat sekitar.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak pemerintah desa setempat.
PT Atakana menyatakan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menjaga kelancaran operasional dan hubungan sosial di lapangan.
Sebagai informasi, PT Atakana Company, perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Seumanah Jaya, Aceh Timur, tengah disorot karena terlibat sejumlah sengketa hukum dan konflik internal.
Perusahaan ini dituding telah merampas tanah adat milik masyarakat dan melakukan pengelolaan kebun secara sepihak tanpa dasar hukum yang sah.
Selain itu, PT Atakana juga dilaporkan ke aparat penegak hukum atas dugaan pemalsuan akta perusahaan dan perubahan struktur direksi secara tidak prosedural, serta sempat berselisih dengan mitra pengelola kebun terkait penjualan hasil panen.
Sengketa ini turut memicu desakan dari kelompok masyarakat agar pemerintah mencabut Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut.
Kendati demikian, pihak PT Atakana Company membantah tudingan perampasan tanah adat dan menegaskan bahwa seluruh lahan yang dikelola perusahaan memiliki legalitas yang sah.
Perusahaan menyatakan bahwa berbagai sengketa yang sempat mencuat, termasuk klaim kepemilikan oleh pihak tertentu, telah diselesaikan melalui jalur hukum.
Dalam beberapa perkara, PT Atakana mengklaim telah membuktikan kepemilikannya di pengadilan dan memenangkan gugatan.
“Tidak ada lagi dasar hukum untuk menyebut tanah tersebut sebagai hasil perampasan atau penguasaan secara ilegal,” pungkas Irfan.