TEUKU Umar adalah pahlawan yang berasal dari Aceh. Teuku Umar lahir pada 1854 di Meulaboh, Aceh. Ia dikenal sebagai pejuang yang memiliki strategi perang gerilya mumpuni yang membuat Kolonial Belnda kewalahan.
Selain itu, Teuku Umar juga berjuang dengan cara berpura-pura melakukan kerja sama dengan pihak Belanda. Pahlawan nasional yang membuat Belanda kewalahan ini wafat pada 11 Februari 1899, sekarang 11 Februari 2024 atau 125 tahun yang lalu.
Teuku Umar adalah anak dari seorang Uleebalang yang bernama Teuku Achmad Mahmud. Teuku Umar memiliki lima saudara, yang terdiri atas dua saudara perempuan dan tiga saudara laki-laki. Teuku Umar juga memiliki garis keturunan Minangkabau yang berasal dari nenek moyangnya, yaitu Datu Makhudum Sati.
Sejak kecil, Teuku Umar dikenal sebagai sosok yang pemberani dan cerdas. Selain itu, ia dikenal memiliki sifat yang keras dan pantang menyerah. Oleh karena itu, tidak mengeherankan kalau Teuku Umar bisa menjadi seorang pemimpin yang kuat, cerdas, dan pemberani.
BACA JUGA: Mengenang 19 Tahun Syahid Teungku Ishak Daud saat Kontak Senjata Dengan TNI
BACA JUGA: Perang Idi Rayeuk Aceh Timur Antara TNI dan GAM
Dari arsip sejarah milik Pemerintah Provinsi Aceh, disebutkan bahwa Teuku Umar terlibat dalam Perang Aceh yang meletus sejak tahun 1873. Saat itu, Teuku Umar ikut berjuang bersama dengan pejuang-pejuang Aceh yang lain.
Teuku Umar berjuang di usianya yang sangat muda, yaitu 19 tahun. Pada awalnya, ia hanya berjuang di kampungnya sendiri dan dilanjutkan berjuang ke Aceh Barat. Bahkan, di usianya yang masih muda, Teuku Umar sudah diangkat untuk menjadi keuchik gampong di daerah Daya Meulaboh.
Di usia 20 tahun, Teuku Umar menikahi Nyak Sofiah. Kemudian, ia menikah lagi dengan Nyak Malighai. Ia juga menikahi Cut Nyak Dien.
Teuku Umar dikenal sebagai pejuang yang memiliki strategi perjuangan yang unik. Ia berpura-pura menjadi sekutu Belanda untuk mendapatkan keuntungan dan senjata dari Belanda.
Pada 1883, Belanda berdamai dengan pasukan Teuku Umar dan Teuku Umar masuk ke dalam dinas militer Belanda. Di saat bergabung dengan Belanda, Teuku Umar menyerang pos-pos pertahanan Aceh untuk mengelabui Belanda dan akhirnya Teuku Umar berhasil mendapatkan peran yang lebih besar di Militer Belanda. Teuku Umar berhasil menambah 17 orang panglima dan 120 orang prajurit.
Di tahun 1884, sebuah kapal dari Inggris terdampar dan kapten serta awak kapal disandera oleh Raja Teunom. Raja Teunom menuntut tebusan senilai 10 ribu gulden dan Pemerintah Kolonial mengutus Teuku Umar untuk membebasakan kapal tersebut.
Teuku Umar menyatakan bahwa merebut kembali kapal tersebut adalah sebuah hal yang berat karena tentara Raja Teunom sangat kuat dan Inggris sendiri tidak bisa merebutnya kembali. Namun, ia sanggup apabila diberikan logisitik dan senjata yang banyak.
Permintaan Teuku Umar dipenuhi dan ia mendapat perbekalan perang yang banyak. Ia akhirnya berangkat ke Aceh Barat dengan membawa 32 orang tentara Belanda serta beberapa panglima. Namun, tidak lama, Pemerintah Belanda dikejutkan dengan berita yang menyatakan bahwa semua tentara Belanda yang ikut, dibunuh di tengah laut dan seluruh senjata dan perlengkapan perang yang lain dirampas.
Sejak kejadian itu, Teuku Umar kembali memihak para pejuang Aceh untuk melawan Belanda.
Selanjutnya, Teuku Umar membagikan senjata-senjata hasil rampasan kepada tentara Aceh dan kembali memimpin perlawanan. Bahkan, ia berhasil merebut kembali daerah 6 Mukim dari Belanda.
Perang di Aceh dipandang oleh Teuku Umar semakin menyengsarakan rakyat dan rakyat tidak bisa bekerja sebagaimana biasanya.
Akhirnya, pada September 1893, Teuku Umar menyerahkan diri kepada Gubernur Deykerhoof di Kutaraja bersama dengan 13 orang panglimanya setelah mendapatkan jaminan keselamatan dan pengampunan. Saat itu, Teuku Umar juga dianugerahi gelar Teuku Johan Pahlawan Panglima Besar Nederlanda.
Teuku Umar menunjukan kesetiannya kepada Belanda dengan meyakinkan dan setiap pejabat yang datang ke rumahnya disambut dengan sangat baik.
Teuku Umar selalu memenuhi setiap panggilan dari Gubernur Belanda di Kutaraja serta memberikan laporan yang memuaskan. Dia mendapatkan kepercayaan yang besar dari Gubernur Belanda. Kepercayaan yang diberikan kepada Teuku Umar dimanfaatkan dengan baik demi kepentingan perjuangan rakyat Aceh.
Dalam berbagai pertempuran, Teuku Umar hanya melakukan perang pura-pura dan hanya memerangi Uleebalang yang memeras rakyat. Pasukan Teuku Umar disebar untuk menghubungi para pemimpin pejuang Aceh dan menyampiakan suatu pesan rahasia.
Teuku Umar juga mengadakan pertemuan rahasia di Lampisang bersama dengan banyak pemimpin pejuang Aceh. Pertemuan tersebut membahas rencana Teuku Umar yang akan kembali memihak Aceh dengan memebawa lari semua senjata dan perlengkapan perang milik Belanda.
Akhirnya, pada 30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda dan membawa 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang sejumlah 18.000 dollar.
Larinya Teuku Umar membuat Deykerhoof dipecat dan digantikan oleh Jenderal Vetter. Teuku Umar mengajak banyak uleebalang untuk memerangi Belanda dan ia kembali memimpin perlawananan.
Pada Februari 1898, Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim Pidie bersama seluruh pasukannya dan ia bergabung dengan Panglima Polem. Pada 1 April 1898, Panglima Polem bersama Teuku Umar dan banyak uleebalang serta ulama menyatakan sumpah setia kepada Raja Aceh.
Pada Februari 1899, Van Heutsz mendapatkan laporan mengenai kedatangan Teuku Umar dari mata-matanya dan ia segera menempatkan sejumlah pasukan yang kuat di perbatasan Meulaboh.
Pada malam menjelang 11 Februari 1899, Teuku Umar dan pasukannya tiba di pinggiran Kota Meulaboh dan mereka semua terkejut karena dicegat oleh pasukan Belanda.
Saat itu, posisi pasukan milik Teuku Umar tidak menguntungkan dan harus bertempur. Dalam pertempuran itu, Teuku Umar gugur terkena peluru yang menembus dadanya. Gugurnya Teuku Umar, membuat pilu hati Cut Nyak Dhien dan ia bertekad akan terus melawan Belanda.
Perjuangan Teuku Umar di Tanah Rencong mendapatkan apresiasi. Ia diberi gelar Pahlawan Nasioanl dan namanya diabadikan menjadi nama salah satu kapal perang TNI AL.
Sumber : Elshinta.Com