Penulis: Tossa Kenkenahdi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala.
Tahun 2023 pernah diprediksi akan menjadi tahun politik yang potensial memicu konflik dan polemik. Pun dijuluki sebagai tahun ketidakpastian ekonomi karena ancaman resesi global yang berpotensi akan terjadi di negeri ini.
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, pada salah satu keterangannya dalam jumpa pers beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa di tahun 2023 ini, Indonesia harus bersiap menghadapi gelombang resesi ekonomi.
Topik yang menjadi isu hangat sejak beberapa tahun silam, tepatnya saat sebuah pandemi covid-19 menyerang negeri ini. Namun, diskursus terkait prediksi resesi ini merupakan hal yang sangat sensitif bagi perekonomian negara, apalagi perekonomian masyarakat.
Pada dasarnya, resesi ekonomi adalah kondisi saat perekonomian negara tengah memburuk. Dikutip dari situs Otoritas Jasa Keuagan, resesi terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, hingga pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Empat bulan sudah kita menapaki tahun 2023. Tahun dimulainya kontestasi politik sekaligus tahun ketidakpastian ekonomi disebabkan ancaman resesi global yang diprediksi akan segera terjadi.
Melihat fakta bahwa resesi ekonomi ini tidak dapat dihindari, maka baik pemerintah maupun masyarakat secara individu, dapat melakukan langkah preventif atau pencegahan terhadap dampak dari resesi ekonomi sehingga kedepannya kesulitan ketika badai resesi ekonomi benar-benar melanda, pemerintah sudah siap dengan segala sesuatunya dan dampaknya pada ekonomi masyarakat pun dapat diminimalisir.
Prof. Dr. H. Detri Karya, S.E., M.A., seorang Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Islam Riau menyampaikan perlu adanya kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus melakukan kebijakan-kebijakan pro masyarakat serta mengeluarkan kebijakan yang sifatnya transparan.
Tahun Kontestasi Politik Pemilu
Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan dan mengumumkan 18 partai politik nasional dan 6 partai politik lokas Aceh yang lolos verifikasi administrasi dan faktual. Sebanyak 24 partai ini berhak ikut pesta demokrasi pada 2024 mendatang. Tahun ini, KPU juga akan membuka pendaftaran bagi pasangan capres dan cawapres. Dua isu ini diprediksi bakal membuat suhu politik meningkat drastis.
Kompetisi antarpartai politik peserta pemilu guna menaikkan tingkat keterpilihan dan mendulang dukungan dipastikan akan mulai terjadi di tahun ini. Berbagai partai akan berlomba-lomba mendekati dan mengambil hati masyarakat agar tepikat dan mendukung suatu partai. Beragam cara pasti akan dilakukan guna mencapai kepentingan yang dituju. Dan ini berpotensi memicu dan menimbulkan gesekan di antara parpol yang bersaing.
KPU juga akan membuka pendaftaran pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tahun ini. Artinya, di tahun 2023, kita akan tahu siapa pasngan capres-cawapres yang bakal maju dalam kontestasi di Pemilu Presiden 2024 nanti.
Belajar dari gelaran pilpres-pilpres sebelumnya, polarisasi dan konflik horizontal berpotensi terjadi pada tahapan ini. Para pendukung masing-masing pasangan bisa saling serang dan mengobarkan kampanye hitam. Politik kebencian kerap digunakan untuk menumbangkan lawan mainnya. Segala cara digunakan termasuk mengeksploitasi isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Hal itu tentu akan berdampak pada stabilitas politik dan keamanan. Belum lagi jika teindikasi adanya kecurangan dalam Pemilu, baik yang dilakukan oleh peserta maupun penyelenggara.
Bayang-Bayang Resesi
Selain potensi konflik yang diakibatkan kenaikan suhu politik, tahun ini juga dianggap sebagai tahun penuh ketidakpastian. Resesi global diperkirakan bakal terjadi tahun ini. Dan negeri ini dikabarkan akan terpapar gelombang resesi ekonomi.
Kondisi ekonomi global yang semakin tidak menentu, juga tantangan resesi yang harus siap dihadapi pada tahun ini membuat pemerintah harus bekerja ekstra dalam menyikapinya. Selain Indonesia, sejumlah negara seperti Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di Eropa juga diprediksi bakal mengalami resesi.
IMF dan Bank Dunia memprediksi, pada tahun ini akan terjadi pelambatan ekonomi. Berdasarkan proyeksi ekonomi yang sebelumnya tumbuh 3,2 persen turun menjadi 2,7 persen. Kondisi ini dipastikan akan berdampak pada nilai investasi dan perdagangan luar negeri.
Kendati demikian, pemerintah optimis Indonesia bakal mampu mealui kondisi ini. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi akan mencapai 5,3 persen pada 2023.
Masyarakat tak perlu terlalu cemas. Namun, pemerintah juga harus mengelola perekonomian dengan penuh waspada dan kehati-hatian. Namun, optimisme ini bisa terpatahkan apabila ada gangguan tekait stabilitas politik dan keamanan. Pasalnya, tantangaan sebenarnya yang dari permasalahan tahun ini justru ada pada bidang politik. Stabilitas politik dan keamanan pada tahun ini menjadi sangat penting guna terjaminnya kondisi perekonomian agar berjalan sesuai yang diharapkan.
Kondisi ini akan terjadi jika tahapan pemilu mampu dijalankan sesuai dengan asas dan prinsip-prinsip demokarasi serta sesuai aturan yang berlaku. Kecurangan dan manipulasi harus dihindari dan diberantas dalam penyelenggaraan tahapan kontestasi demokrasi. Semua partai politik dan kontestan pemilu harus diperlakukan sama dan setara.
Pemerintah juga harus bisa bersikap dan berlaku adil kepada seluruh peserta dan kontestan, termasuk kepada partai atau tokoh politik yang selama ini mengambil peran sebagai oposisi atau tidak sejalan dengan kepentingan kekuasaan.
Lembaga penyelenggara pemilu juga harus bekerja secara adil, jujur, dan transparan. Hal ini perlu dilakukan guna menjaga kepercayaan masyarakat. Juga agar pesta demokrasi tidak terciderai dan membuahkan legitimasi.
Akankah tahun politik ini menjadi ombak besar dan berujung konflik? Dan mampukah negeri ini melalui ancaman resesi ekonomi yang diprediksi bakal terjadi? Wallahu a’lam bish showab.