KEBERADAAN dua partai lokal Aceh kini jadi pembicaraan elit politik di tingkat nasional. Mereka adalah Partai Adil Sejahtera (PAS) Aceh yang lahir usai muzakarah panjang sejumlah ulama di Aceh dan Partai Aceh (PA) yang merupakan partai bentukan eks kombatan GAM pasca damai dan terjalinnya MoU di Helsinki.
Dua sikap yang berbeda yang ditunjukan dua Parlok di Aceh ini menarik untuk diulas.
Pertama, kehadiran Ketua Umum Partai Aceh, Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem pada deklarasi Prabowo menjadi sorotan media di tingkat nasional. Apalagi Mualem berada satu mobil dengan para pimpinan partai politik nasional saat mengantar Prabowo ke kantor KPU.
Keberadaan Mualem dalam deretan ketua umum Parpol pengunjung Prabowo-Gibran ini turut membanggakan para elit politik di Aceh. Sosok Mualem dianggap setara dengan politik nasional yang dianggap memiliki dukungan kuat di seluruh Indonesia.
Sikap konsistensi Mualem bersama Prabowo patut diacungi jempol.
Hubungan Mualem-Prabowo sebenarnya bukan hanya pada kancah politik 2023 menuju 2024 nanti.
Pada Pileg dan Pilpres 2019 lalu misalnya, PA yang dimotori Mualem dan para eks kombatan juga meraup suara cukup signifikan di Aceh. Saat itu Prabowo-Sandi meraup kemenangan telak di Aceh saat berhadapan dengan Jokowi-Maruf Amin.
Pada Pilpres 2019 lalu, Jokowi-Maruf hanya mampu meraup 404.188 suara. Sedangkan Prabowo-Sandi mendapatkan 2.400.746 suara.
Hal inilah yang membuat Prabowo tak segan memperkenalkan Mualem dihadapan para pendukungnya saat deklarasi Prabowo-Gibran, beberapa waktu lalu. Prabowo menyebut Mualem sebagai pendukung terkuat dari Aceh.
Namun pertanyaannya, apakah dukungan kuat ini bakal kembali terulang di Aceh untuk Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024 nanti? Pasalnya, ada perubahan gelombang politik besar yang sedang terjadi di nasional dan Aceh khususnya.
Jika pada Pilpres 2019, hanya ada 2 pasangan calon Capres dan Cawapres, tapi pada Pilpres 2024 justru akan disemarakan oleh 3 pasangan Capres dan Cawapres.
Secara kultur, agama serta sosial, pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dinilai lebih populer di kalangan masyarakat Aceh.
Terlebih, Partai Adil Sejahtera (PAS) Aceh yang digagas sejumlah ulama kharismatik Aceh juga menyatakan dukungannya untuk Anies-Cak Imin.
Kini keberadaan Anies di Aceh umpama seperti gelombang besar. Sama halnya seperti Prabowo di Aceh pada Pilpres 2019 lalu. Beberapa partai pendukung Jokowi pada Pilpres 2019 turun merasakan imbas dari gelombang besar tersebut. Salah satunya adalah Nasdem yang kehilangan banyak kursi di Aceh saat itu.
Pertanyaan yang sama, jika PA yang dimotori Mualem tetap menjadi penyokong utama Prabowo di Aceh dan disaat bersamaan, hati masyarakat justru sedang terpikat dengan Anies Baswedan! Apakah partai tersebut tak khawatir akan menjadi imbas dari gelombang politik jilid 2 di Aceh layaknya Nasdem pada Pilpres 2019 lalu? Atau PA justru menjadi antitesis dan pengecualian baru.
Sebaliknya, sikap PAS (mendukung Anies-red) dinilai justru akan menguntungkan secara politik bersama Parnas pendukung Anies dan Cak Imin lainnya di Aceh.
Keberanian dua Parlok Aceh dalam kancah politik nasional ini menarik untuk diikuti.
Sumber: Atjehwatch