Infoacehtimur.com, Nasional – Bupati Aceh Timur, Iskandar Usman Al-Farlaky, menyampaikan dua persoalan penting dalam pertemuan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Ia menyoroti kebijakan pemerintah pusat terkait kewajiban pemerintah daerah untuk mengalokasikan 10 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) ke Dana Desa, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 212 Tahun 2022.
Menurut Al-Farlaky, kebijakan tersebut cukup membebani keuangan daerah, terutama di tengah kondisi efisiensi yang sedang dilakukan oleh pemerintah pusat. “Kami diwajibkan melakukan sharing 10 persen ke Dana Desa, sementara kami sendiri sedang melaksanakan efisiensi. Tahun ini saja, anggaran kami berkurang hingga Rp101 miliar,” ujar Al-Farlaky.
Ia berharap KPK dapat memberikan arahan sekaligus menyampaikan masukan kepada pemerintah pusat agar mekanisme sharing tersebut dikaji kembali dan diambil dari sektor lain, sehingga tidak mengganggu pembiayaan sektor strategis seperti pendidikan, kesehatan, dan pembangunan umum.
Baca Juga: Bupati Al-Farlaky Tagih Transparansi PI dan CSR PT. Medco
Baca Juga: Semangat Baru Aceh Timur: Legalisasi Sumur Minyak Rakyat
Selain itu, Al-Farlaky juga menyampaikan harapannya terkait belum optimalnya penyaluran Participating Interest (PI) dan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan migas PT Medco E&P Malaka yang beroperasi di Kecamatan Indra Makmur, Kabupaten Aceh Timur.
“Dana CSR idealnya dapat dikelola langsung oleh pemerintah daerah karena lebih memahami kebutuhan masyarakat di tingkat desa dan kecamatan,” papar Al-Farlaky. Begitu pula dengan dana PI, jika dapat diturunkan sebesar 10 persen, akan sangat membantu pembangunan dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Aceh Timur.
Al-Farlaky juga mempertanyakan transparansi hasil lifting migas dari perusahaan eksploitasi migas yang beroperasi di wilayahnya. Ia berharap KPK dapat memberikan dukungan agar perencanaan pembangunan Aceh Timur lima tahun ke depan dapat berjalan maksimal dan berpihak pada kepentingan masyarakat.