Infoacehtimur.com, Aceh – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Aceh melalui Stasiun Klimatologi mencatat, dampak kekeringan akibat musim kemarau di Provinsi Aceh.
Dikutip dari SerambiNews.com, dampak kekeringan ini berpotensi terjadi hingga September 2024.
Kepala Stasiun Klimatologi Aceh, Muhajir, mengatakan, pihaknya pada Mei 2024 sudah mengeluarkan surat kesiapsiagaan menghadapi puncak musim kemarau 2024 yang akan terjadi pada Juni, Juli dan Agustus.
Dalam surat itu juga mereka mengimbau agar waspada kekeringan untuk bupati/wali kota dan instansi terkait yang di Aceh. Dari surat tersebut baru kabupaten Aceh Besar mengeluarkan peringatan siaga bencana kekeringan yang melanda wilayah Kecamatan Lhoknga.
BACA JUGA: Cuaca Bahaya, 1.000 Orang Warga Eropa Mati Akibat Cuaca Suhu Panas Ekstrim
BACA JUGA: Kemarau Panjang Hanguskan 4 Hektar Kebun Warga di Julok Aceh Timur
Dia mengatakan, sebanyak 13 daerah berpotensi kekeringan akibat kemarau, seperti wilayah Sabang, Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, Aceh Tamiang, Aceh Tamiang dan Bener Meriah.
“Jadi ini merupakan wilayah yang berpotensi menghadapi puncak musim kemarau Juli dan Agustus ini. Sementara untuk Wilayah Barat Selatan, posisi saat ini memang masih kering, tapi pola hujannya masih tetap ada,” kata Muhajir saat dikonfirmasi Serambi, Jumat (26/7/2024).
Dia mengatakan, jika melihat kondisi iklim, di Aceh sebenarnya dua kali mengalami musim kemarau. Pertama di awal tahun antara Januari dan Februari. Dan kedua puncak tertinggi musim kemarau tersebut ada di bulan Juni dan Juli setiap tahunnya.
Namun, lanjut Muhajir, untuk tahun ini, kemarau yang terjadi terbilang cukup parah, dengan kondisi lahan yang kering, serta cuaca panas yang mencapai 38 derajat celcius.
“Utamanya dirasakan di kawasan Banda Aceh, Aceh Besar dan Sabang. Kalau kita perhatikan, untuk tahun ini terlihat sedikit lebih kering dibanding tahun-tahun sebelumnya,” ucapnya.
Ia juga menjelaskan, cuaca panas yang dirasakan saat ini disebabkan adanya fenomena angin monsum Australia yang membawa massa udara kering dari negara tersebut menuju asia. Massa udara yang kering dan melewati Aceh tersebut, menyebabkan kondisi wilayah saat ini menjadi kering. “Serta belokan angin kencang yang berbelok dari samudera hindia ke wilayah Aceh. Sehingga membuat atmosfer jauh lebih kering dan potensi angin kencangnya juga ada,” jelasnya.
Hal tersebut kemudian diperparah dengan posisi matahari sedang berada di utara Ekuator. Di mana, posisi Aceh jika dilihat berada di atas ekuator. Akibat posisi matahari tersebut menyebabkan, Aceh cukup dominan terkena radiasi matahari.
“Kemudian ditambah dengan sulitnya pertumbuhan awan di atmosfer di Aceh. Jadi ini menyebabkan kita terkena cuaca panas dan dilanda kekeringan,” pungkasnya.***
Sumber : Serambi Indonesia
Editor : Ilham