Infoacehtimur.com, Idi Rayeuk – Forum Konservasi Leuser (FKL) bekerja sama dengan Inisiatif Dagang Hijau (IDH) dan Pusat Unggulan Produksi Lestari (PUPL) Aceh Timur melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) terkait kondisi ekonomi dan kesenjangan pendapatan petani sawit dan kakao di Kabupaten Aceh Timur.
FGD yang digelar pada Rabu pagi hingga siang (16/7/2025) di Kantor Bappeda Aceh Timur merupakan tindak lanjut dari studi Living Income yang telah dilakukan oleh FKL pada Juni 2025 lalu.
Studi tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar petani sawit dan kakao di Aceh Timur masih mengalami kekurangan pendapatan, dimana pengeluaran rumah tangga mereka melebihi penghasilan dari hasil perkebunan. Kondisi ini memaksa petani untuk melakukan berbagai strategi bertahan hidup, termasuk mencari pekerjaan sampingan bahkan berhutang, untuk menutupi kebutuhan dasar yang belum cukup.
“Studi Living Income ini menjadi landasan penting bagi kita semua untuk memahami realitas ekonomi petani sawit dan kakao di Aceh Timur. Sebagai organisasi yang berkomitmen pada konservasi dan kesejahteraan masyarakat, FKL percaya bahwa kesejahteraan petani adalah kunci keberlanjutan. FGD ini adalah langkah krusial untuk menyatukan berbagai pihak, merumuskan solusi kolaboratif, dan memastikan petani kita dapat mencapai pendapatan yang layak”, terang Heriadi, perwakilan dari Forum Konservasi Leuser (FKL), melalui keterangan tertulis.
Hasil identifikasi akar permasalahan defisit pendapatan petani hingga alternatif solusi, dibahas dalam FGD bertajuk “Strategi Menutup Kesenjangan Pendapatan Ideal (Living Income Gap) Petani Sawit dan Kakao di Aceh Timur”.
Peserta FGD melibatkan berbagai pemangku kepentingan kunci, termasuk perwakilan dari Pemerintah Daerah, diantaranya Dinas Perkebunan, Dinas Perindagkop, Bappeda, pelaku usaha dan pembeli kakao/sawit, perwakilan petani, LSM/NGO, serta akademisi dan peneliti.
Dr. Syafruddin Chan, SE., MBA dari FEB Universitas Syiah Kuala, berperan sebagai peneliti utama dalam kajian Living Income ini. Dalam FGD ia memaparkan hasil penelitian bahwa salah satu dari sejumlah akar masalah yang mendera pendapatan petani sawit dan kakao di Aceh Timur ialah rantai distribusi komoditas yang terlalu panjang, dari petani ditingkat paling dasar, kemudian tingkat pengepul, agen dan semacamnya, hingga Pabrik ditingkat teratas.
“Rantai distribusi yang panjang itu terus menciptakan tingkatan harga, pada akhirnya petani selaku penghasil komoditas harus menghadapi pola pasar yang menjepit penghasilan mereka”, terang Dr. Syafruddin Chan, SE., MBA.
Peneliti, FKL, IDH, dan PUPL Aceh Timur mendiskusikan alternatif solusi melalui strategi intensifikasi, ekstensifikasi, kegiatan diluar pertanian (off-farm activity), serta intervensi kebijakan seperti subsidi, akses pasar, dan pembiayaan mikro bagi para petani.
“Koperasi bagi petani dapat menjadi salah satu solusi alternatif untuk memangkas rantai distribusi sehingga dapat memperbaiki pendapatan petani dari hasil penjualan komoditas sawit dan kakao”, sambung Dr. Syafruddin Chan, SE., MBA.
Kajian dan diskusi terkait kesenjangan pendapatan petani sawit dan kakao telah menghasilkan sejumlah rekomendasi strategi peningkatan pendapatan petani berbasis data dan masukan stakeholder, draf awal rencana intervensi kolaboratif lintas sektor, serta pemetaan aktor dan peran dalam implementasi solusi yang diusulkan.
FGD ini menandai langkah awal yang penting dalam membangun dialog partisipatif untuk mewujudkan keadilan ekonomi bagi petani di Aceh Timur. Dengan kolaborasi seluruh pihak, diharapkan tercipta intervensi yang efektif dan berkelanjutan dalam menutup kesenjangan pendapatan petani.