*Oleh: Redaksi
MELIHAT Aktivitas illegal drilling atau pengeboran sumur minyak tidak disertai dokumen resmi seakan tidak bisa dipisahkan dari Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh. Ratusan sumur minyak illegal ditemukan menebok perut bumi, rawannya di daerah Peureulak.
Kepulan asap hitam pekat terlihat membumbung di sepanjang jalan di pedalaman Kecamatan Ranto Peureulak. Terlihat, di kanan kiri jalan menuju pedalaman Kecamatan Ranto Peureulak tampak sumur minyak yang terbengkalai maupun yang masih aktif. Masyarakat lokal terlihat terang-terangan mengebor sumur minyak ilegal.
Sedangkan ibu-ibu yang ikut dalam pengeboran sumur minyak hanya menunggu semburan minyak yang kemudian diambil dengan cara dileles menggunakan baju lalu diperas. Leles minyak terus dilakukan berulang kali hingga target timba penuh.
Meski demikian, masyarakat di daerah tersebut gemar melakukan illegal drilling meski tidak disertai dokumen resmi. Bahkan illegal drilling sudah menjadi mata pencaharian untuk mencukupi kebutuhan pokok.
Illegal drilling yang dilakukan tersebut seakan-akan tidak membahayakan keselamatan dirinya dan masyarakat lain yang tidak terlibat. Padahal pada 25 April 2018 lalu illegal drilling sempat terbakar di Dusun Kamar Dingin, Desa Pasir Putih, Ranto Peureulak. Akibatnya 10 korban meninggal dunia hingga 3 unit rumah ikut ludes terbakar.
Kemudian, sumur minyak milik warga di Desa Mata Ie, Kecamatan Ranto Peureulak, pada Maret 2022 lalu sempat terbakar hingga memakan korban jiwa. Baru-baru ini juga satu illegal drilling di Desa Seuneubok Lapang, Kecamatan Peureulak Timur, Aceh Timur kembali terbakar pada Rabu 12 Oktober 2022.
Akibatnya, 2 orang mengalami luka serius, dan 1 orang meninggal dunia di lokasi. Illegal drilling yang dilakukan itu di areal perkebunan PT. PPP bekas peninggalan Belanda.
Pasca terbakarnya illegal drilling atau pengeboran sumur minyak di Desa Mata Ie Maret 2022 lalu telah diberi peringatan bahwa masyarakat untuk tidak melakukan kembali illegal drilling tersebut agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (Yara) Safaruddin, atas kepedulian terhadap masyarakat sempat menyurati SKK Migas untuk segera menutup illegal drilling tersebut yang akhirnya ditutup dikarenakan dinilai sangat berbahaya.
Namun, hal serupa terulang kembali. Illegal drilling di Desa Seuneubok Lapang, Kecamatan Peureulak Timur, Aceh Timur di areal perkebunan PT. PPP bekas peninggalan Belanda kembali terbakar mengakibatkan 2 orang kritis dan 1 orang meninggal dunia hangus terbakar.
Bagaimana nasib keluarga yang ditinggal? Siapa yang perduli?
Maret 2022 lalu, ucap sebuah kalimat “Kami Lebih Baik Mati Terbakar Daripada Mati Kelaparan”. Kalimat tersebut dikatakan oleh masyarakat setempat saat tim Infoacehtimur.com men-eksklusif pasca terbakarnya illegal drilling di Desa Mata Ie.
“Apa boleh buat karena ini memang sudah menjadi turun temurun sejak dulu dalam mencari rezeki warga di Ranto untuk menafkahi keluarga,” kata dia pada Sabtu, (12/03/2022) lalu.
“Hari ini orang Ranto jauh lebih baik dari pada sebelumnya, walaupun saat ini dalam kerja resiko besar,” ungkapnya.
Sebelumnya, kata dia, pengeboran minyak bumi di Ranto Peureulak sempat dilarang pemerintah agar warga tidak melakukan nya lagi. Larangan itu membuat warga di Ranto kehilangan pekerjaan, dan terpaksa mendekam dirumah. Hingga tak tahu memberi apa ke keluarga.
Namun warga menolak serta melawan larangan itu agar bisa kembali bekerja mengebor minyak. Hari itu berjalan lancar dan warga kembali melakukannya.
“Kami lebih baik mati terbakar daripada mati kelaparan, tidak ada yang bisa dikerjakan disini selain melakukan pengeboran minyak, lalu meminta pemerintah legalkan pengeboran minyak bagi warga di Ranto,” ujar dia.
Dia mengatakan, pemerintah dan pihak manapun untuk tidak melarang warga di Ranto mencari rezeki demi keluarga nya.
“Harus kemana lagi kami mencari rezeki, kepada pemerintah daerah kami mohon akan melegalkan serta jaminan keselamatan pekerjaan ini,” pintanya.(Tim)