Desa kecil di Aceh Timur, yang terletak di pinggir sungai, menjadi saksi bisu kehancuran yang dibawa oleh banjir besar. Salah satu korban yang tidak ingin disebutkan namanya, seorang tukang becak yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya di jalanan.
Banjir itu datang tanpa peringatan, menghancurkan rumah-rumah dan menggenangi jalan-jalan. Sebut saja Pak Andi kehilangan becaknya, satu-satunya sumber penghasilan untuk keluarganya. Ia tidak bisa lagi menggunakannya untuk mencari nafkah, dan alih-alih memperbaiki, ia lebih memilih menjualnya untuk menopang hidupnya dan keluarganya.
“Perbaikan becak lebih mahal daripada harga jualnya,” kata Pak Andi dengan nada sedih. Ia tidak bisa tidak berpikir tentang anak-anaknya yang masih kecil, yang membutuhkan makan dan sekolah. Jum’at (26/12/2025).
Baca Juga: Harapan di Balik Dinding Bolong: Kisah Keluarga Ibu Supiana
Baca Juga: Dibalik Dinding yang Runtuh: Kisah Mariana dan Bayinya Mencari Harapan
Baca Juga: Kisah Gadis 17 Tahun Broken Home Berakhir Jadi PSK Karena Dibujuk Teman
Desa Pak Andi tidaklah parah dibandingkan dengan desa-desa lain yang hancur rumah, namun kerusakan ekonomi lebih parah. Banyak warga yang kehilangan pekerjaan, termasuk kuli bangunan, tukang ojek, dan pedagang kecil. Mereka semua berjuang untuk bertahan hidup.
Pak Andi berharap pemerintah dapat memperhatikan nasib mereka yang tidak memiliki rumah yang hancur, namun kehilangan sumber penghasilan, juga perlu diperhatikan “Kami juga butuh bantuan, bukan hanya mereka yang hancur rumah, kehialangan penghasilan juga menimbulkan masalah baru, ” katanya dengan suara yang lembut.
Kisah Pak Andi adalah salah satu contoh bagaimana banjir dapat menghancurkan kehidupan seseorang dalam sekejap. Namun, ia juga menunjukkan kekuatan dan ketabahan masyarakat Aceh dalam menghadapi kesulitan.


