Setelah pertemuan itu, Abu Usman Fauzi membuat pendekatan dengan pihak aparat keamanan agar status tahanan Teungku Ahmad Dewi diringankan.
Walhasil, Tgk. Ahmad Dewi menjadi tahanan rumah yang ditempatkan di dayah Abu Usman Fauzi di Desa Lueng Ie.
Setelah beberapa lama di Lueng Ie barulah pihak keluarga tahu bahwa Teungku Ahmad Dewi masih hidup, lalu menjenguknya ke Desa Lueng Ie.
Pihak keluarga memohon agar penahanan Teungku Ahmad Dewi dipindahkan ke Idi Cut. Kesepakatan berhasil dicapai, pemindahan Teungku Ahmad Dewi disetujui dengan jaminan keluarga, dan status wajib lapor ke polsek setempat seminggu sekali.
Teungku Ahmad Dewi pulang ke kampung halamannya pada pertengahan tahun 1979, tapi rumah keluarganya telah tiada karena terbakar, tidak ada keterangan yang jelas mengenai sebabmusabab kebakaran ini.
Maka Teungku Ahmad Dewi pun mendirikan sebuah gubuk di pertapakan gosong rumah orang tuanya. Gubuk itu sebenarnya peralihan fungsi dari tempat penyimpanan padi (kröng pade) milik orang tuanya.
Di gubuk itu Teungku Ahmad Dewi menerima satu dua santri yang datang berguru padanya. Karena rumah itu merupakan tempat tahanan baginya, maka ia menamakan rumah itu sebagai BTM (Balai Tahanan Militer).
Ketika santrinya bertambah, ia berpikir untuk mendirikan dayah, dan nama BTM pun ditabalkan sebagai nama dayahnya, namun BTM kali ini berarti Bale Teumpat Meununtöt (Balai Tempat Menuntut ilmu).
Belakangan nama BTM menjadi trade mark Teungku Ahmad Dewi dalam setiap dakwahnya. Singkatan BTM muncul sebagai wujud inspirasinya yang tidak pernah kering, kadang konyol dan menyentil.
Untuk murid-muridnya, BTM diberi kepanjangan Balai Tempat Menuntut ilmu, namun saat berhadapan dengan tokoh-tokoh parpol ‘plat kuning’ BTM diberi kepanjangan Beringin Tetap Menang.
Popularitas Teungku Ahmad Dewi sebagai da’i merupakan daya tarik tersendiri sehingga murid-muridnya bertambah banyak, terutama dari kalangan pemuda yang telah tersadarkan oleh dakwah beliau.
Kehadiran para pemuda yang umumnya memendam jiwa militan ini menginspirasi Teungku Ahmad Dewi untuk mengorganisir mereka dalam satu barisan anti maksiat.
Maka dibentuklah satu wadah yang diberi nama KDA (Kesatuan Dafa’sail Aceh), suatu organisasi yang bertujuan untuk melaksanakan dakwah amar makruf nahi munkar.
Di sini nama BTM menemukan kepanjangan lain, karena dalam KDA ini ada satu pasukan khusus yang dinamakan Barisan Teuntra Mirah (BTM).
Halaman Selanjutnya