“Kalau ada keluarga besar dari Aceh Tengah, Bener Meriah serta Gayo Lues yang turun ke Banda Aceh, nginapnya di sini. Makanya mamak terbiasa bahasa Gayo,” ujar Sarina Aini lagi.
Sarina Aini sendiri bukanlah perempuan dan ibu rumah tangga biasa. Ia terlibat dalam berbagai majelis ilmu dan dosen di UIN Ar-Raniry dan STAI-PTIA Teungku Chik Pante Kulu.
Meski lahir dari keluarga sederhana dari pelosok terpencil di pedalaman Aceh dan berusia tergolong muda, ia kini sukses menambalkan dua gelar doktoral menemani namanya.
“Saya lahir di Peunaron, Aceh Timur, dari keluarga berdarah Gayo,”
“Keluarga besar kami itu ada di Blangkejeren Gayo Lues serta Aceh Tenggara. Ada di Aceh Tengah dan Bener Meriah,” ujar Aini.
“Alhamdulillah ketika Bang Fadhil diminta mendampingi Pak Bustami (Cagub-red), respons mereka positif,”
“Banyak yang telepon dan menyatakan dukungan. Banyak yang berkunjung ke Banda Aceh untuk menanyakan langsung,” ujar Aini.
Kembali ke soal dua title doctoral, Aini mengatakan, dua gelar tersebut diperolehnya dari dua universitas berbeda.
Pertama, ia menyelesaikan S3 Fiqih Muqarran di Omdurman Islamic Universitas-Sudan pada 2017 lalu.
Kemudian setelah hampir 5 tahun berselang, ibu 4 anak ini kembali menyelesaikan program doktor fiqih modern di UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Sidang promosi berlangsung tanggal 17 Januari 2022 yang lalu.
Disertasinya berjudul ”Konsep Perwalian Nikah dalam Alquran” dengan tim promotor Prof Dr Alyasa’ Abubakar MA dan Prof Eka Srimulyani MA PhD.
Bu Aini, demikian ia biasa disapa, merupakan doktor ke-202 pascasarjana UIN Ar Raniry dan doktor ke-93 untuk bidang fiqih modern.
”Semua bisa, asal mau berusaha dan bersungguh-sungguh,”
Halaman Selanjutnya