NASIONAL – Penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) diseluruh indonesia sedang dalam masa ‘pergeseran’. Transisi BBM akan berujung pada penghapusan BBM jenis Premium dan Pertalite, walaupun rencana penghapusan tersebut menuai pro dari beberapa pihak dan kotra dari mayoritas warga kelas ekonomi bawah.
Dari penjelasan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif diketahui bahwa penghapusan BBM Premium dan Pertalite bertujuan untuik mengurangi emisi karbon dan memperbaiki kualitas bahan bakar sehingga penggunaan kendaraan dapat lebih ramah lingkungan.
Dari segi legislatif, melansir BBC, Anggota DPR Komisi VII Bidang Energi, Riset dan Teknologi, Dyah Roro Esti menyatakan setuju dengan rencana penghapusan BBM tersebut. Namun, perihal akses publik, Dyah menuntut bahwa publik perlu dijeaskan apakah harga jual Pertamax dan Pertamax Turbo itu terjangkau bagi seluruh masyarakat atau tidak.
Lain halnya dengan pemerintah dan ‘wakil rakyat’, Dwi Sawung, salah seorang pimpinan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai bahwa rencana penghapusan Premium dan Pertalite itu lebih didominasi oleh motif kepentingan ekonomi, dibanding alasan lingkungan.
“Jika benar-benar peduli lingkungan. Lalu mengapa pemerintah pusat banding dalam putusan polusi udara [Jakarta]? Kalau soal lingkungan, harusnya dari kemarin-kemarin, bukannya sekarang,” kata Sawung melansir redaksi BBC.com (28/12/21).
Senada dengan WALHI, pandangan dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mentyoroti rencana penghapusan 2 jenis BBM tersebut merupakan upaya segi ekonomi untuk melakukan sejumlah penghematan. Salahsatunya penghematan dimaksud termasuk dari imbas ‘bengkak’ Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Tapi masalahnya, apakah penghematan harus dengan cara pencabutan BBM dan subsidi?” tanya Direktur CELIOS Bhima Yudhistira.
Ia berpendapat bahwa masih banyak anggaran yang bisa dialihkan jika tujuannya ialan mengatasi pembengkakan pengeluaran negara. Pengalihan anggaran dapat menjadi opsi pertama sebelum pemerintah menjadikan barang kebutuhan warga sebagai ‘sasaran’.
“Relokasi anggaran saja yang lain, masih banyak ruang fiskal, seperti belanja barang pemerintah, belanja pegawai pemerintah, belanja pembayaran bunga utang, sebelum menyasar kepada barang kebutuhan dikonsumsi masyarakat banyak,” ujarnya.
Lebih diperparah, sambungnya, rencana tersebut berpotensi menyebabkan inflasi yang tinggi di masyarakat.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Soerjaningsih memaparkan bahwa saat ini Indonesia telak masuk masa transisi BBM. Transisi dimaksud ialah Premium akan digantikan dengan Pertalite, kemudian nanti akan menggunakan BBM yang ramah lingkungan.
Sebagai informasi, BBM jenis Premium memiliki nilai oktan (Research Octane Number/RON) 88, dan Pertalite mengandung RON 90.
Sedangkan standar euro 4 sesuai penjelasan salah satu pimpinan WALHI ialah BBM nilai RON (minimal) 90. BBM Pertamax memiliki RON 92 dan pertamax Turbo dengan nilai RON 98.
Berdasarkan data Pertamina, November 2020, konsumsi BBM Nasional terbesar adalah jenis Pertalite sekitar 63%, lalu Premium 23%, Pertamax 13% dan Pertamax Turbo 1%.
Berdasarkan data Petamia itulah, beberapa pimpinan riset mengatakan bahwa akan terjadi inflasi (kenaikan harga barang) yang cukup tinggi jika Pertalite dan Premium dihapuskan untuk kemudian digeser ke Pertamax.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan inflasi dari rencana penghapusan BBM Premium dan Pertalite dapat terkendali jika penghapusan BBM jenis tersebut juga dibarengi dengah penyesuaian harga Pertamax dan Pertamax Turbo yakni harga yang tidak terlalu tinggi.
Informasi lanjutan, Pertammina menegaskan bahwa Pertalite tetap akan tersedia diseluruh SPBU di Indonesia pada tahun 2022. Namun, Indonesia tetap akan terus bergerak ke arah perubahan penggunaan BBM yang lebih berkualitas.
“Nantinya Pertamina bersama dengan pemerintah juga membuat roadmap untuk transisi BBM tersebut,” kata VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, mengutip BBC.com.
Anggota DPR Komisi VII Bidang Energi menyebutkan perihal skema harga, Komisi VII DPR akan berdiskusi lebih mendalam dengan Kementerian ESDM dan Pertamina.
“Kalau tipe BBM itu ditiadakan, pertanyannya, bagaimana ke depannya? Bagaimana intervensi pemerintah dalam harga? bisakah Pertamax dan Pertamax plus menggunakan skema yang selama ini ditetapkan atau skema subsidi ke depan seperti apa?” kata Dyah. (/kute)