Safaruddin melanjutkan, MPA adalah lembaga setara SKPA yang memiliki DPA dan anggaran tersendiri. MPA juga bagian dari implementasi keistimewaan Aceh melalui UU Nomor 44 Tahun 1999.
“MPD atau MPA sudah berdiri selama 20 tahun lebih. Lalu, kenapa gak mampu mewujudkan pendidikan Aceh yang bermutu dan sanggup bersaing di level nasional? Sepertinya ada yang tak beres dalam perekrutan anggota MPA,” gugat Safaruddin yang juga mahasiswa S3 Ilmu Hukum pada Universitas Syiah Kuala ini.
“Kami mempelajari masalah yang ada di lingkaran MPA dan mungkin akan melakukan advokasi hukum ke depannya. Tak boleh dibiarkan MPA yang merupakan Lembaga Keistimewaan Aceh itu dirusak oleh oknum-oknum tertentu,” katanya.
Baca juga: Grab Indonesia Buka Pendaftaran Beasiswa Pendidikan dari SD hingga Kuliah, Ini Infonya
Dia mempersoalkan kenapa selama ini para pengamat pendidikan kerap menyalahkan Dinas Pendidikan Aceh tanpa berani menyentuh MPA.“Ada apa ini, mengapa orang pada takut menggugat MPA,” seru Safaruddin.
Dia meminta semua pimpinan dan Komisioner Lembaga Keistimewaan Aceh untuk bekerja serius dan mampu menunjukkan bahwa Aceh adalah daerah istimewa melalui adanya mutu, layanan, karakter dan sebagainya.
“Jangan kotori Lembaga Keistimewaan Aceh untuk tujuan mencari nafkah, tanpa mau dan mampu berbuat kebaikan,” pungkas Safaruddin. (ICHSAN)