Infoacehtimur.com, Aceh Timur – Panglima Laot Aceh, Miftach Tjut Adek, mengatakan bahwa tujuh nelayan asal Aceh Timur akan tetap diproses secara hukum setelah pihak berwenang Myanmar menolak permohonan amnesti yang diajukan oleh pengacara Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di negara tersebut.
Sebelumnya, tujuh nelayan Aceh Timur ditahan oleh otoritas Myanmar pada 4 Juli 2024 karena dianggap melanggar Undang-Undang Kapal Asing dan Keimigrasian di wilayah tersebut.
Saat ini, ketujuh nelayan dari KM Aslan Samudera dalam kondisi sehat. Mereka ditahan di penjara di distrik Kawthaung dan mendapatkan bantuan logistik dan bantuan hukum secara rutin dari KBRI Yangon dan akan dipersiapkan untuk menjalani proses hukum.
Baca Juga: Lama Tak ada Kabar, Tujuh nelayan Aceh Timur ditangkap oleh pihak berwenang Myanmar
Baca Juga: Panglima Laot Minta Nelayan di Aceh Tidak Tarik Kapal Rohingya ke Darat
“Ya benar, sistem hukum setiap negara berbeda dan setiap negara tidak bisa mencampuri negara lain, apalagi negara ini, dalam keadaan tidak aman, dan karena upaya permohonan pengampunan oleh pengacara KBRI tidak dikabulkan oleh pihak berwenang setempat, maka ketujuh nelayan tersebut akan menjalani proses hukum selama kurang lebih enam bulan. ‘Selama enam bulan akan menjalani proses hukum,” kata Panglima Laot saat dikonfirmasi Bithe.co, Selasa (15/10/2024).
Miftach menambahkan, kondisi ketujuh nelayan tersebut dalam keadaan sehat dan selamat, dan oleh karena itu pihaknya akan terus berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh melalui Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Aceh.
“Ketujuh nelayan kita dalam keadaan sehat dan selamat. Mereka mohon doa dari kita semua agar selalu sehat.
Baca Juga: Diterjang Angin dan Ombak Besar, Puluhan Kapal Nelayan di Seunudon Porak Poranda
Baca Juga: Sebulan Hilang, Nelayan Aceh Timur Ditemukan Jadi Kerangka di Thailand
Menurut informasi, ketujuh nelayan asal Aceh Timur yang ditahan tersebut adalah nahkoda kapal, Muhammad Nur (Aceh Timur). Sedangkan ABK-nya adalah Nasruddin Hamzaz (Langsa), Abdullah (Aceh Timur), Mustafa Kamal (Aceh Timur), Mola Zikri (Langsa), Zubir (Langsa), dan Muzakir (Aceh Utara).
KM Aslam Samudera berlabuh di Kuala Idi, Aceh Timur, sekitar bulan Juli 2024. Namun, karena angin kencang dan gelombang tinggi, kapal tersebut terombang-ambing hingga kehabisan bahan bakar.
Kapal nelayan tersebut kandas di perairan Myanmar dan para nelayan ditahan oleh otoritas setempat.