Info Aceh Timur, Kota Langsa – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Langsa, Provinsi Aceh, menjatuhkan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara terhadap terdakwa kasus perdagangan satwa dilindungi, Orangutan Sumatera (Pongo Abelii).
Dalam putusannya, Senin (30/10/2023), terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 40 Ayat (2) juncto Pasal 21 Ayat (2) huruf a UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Selain pidana 1 tahun 6 bulan penjara, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp40 juta subsidair 1 bulan kurungan kepada terdakwa Nanta Agustia, warga Desa Alue Pineung, Kec. Langsa Timur, Kota Langsa itu.
Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan jika dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kota Langsa yang menuntut terdakwa dengan hukuman 2 tahun 6 bulan penjara.
Menanggapi putusan tersebut, JPU Kejari Kota Langsa menyatakan akan pikir-pikir dulu sedangkan kuasa hukum terdakwa, Muksalmina, SH menerima vonis yang dijatuhi untuk kliennya tersebut.
Humas PN Kota Langsa, Imam Harrio Putmana, MH dalam keterangannya menyatakan, vonis itu dijatuhkan untuk menghindari disparitas hukuman, yakni perbedaan putusan pemidanaan terhadap tindak pidana yang sama.
“Sebelumnya ada terdakwa lain, dalam perkara penyelundupan tulang gajah, dihukum 1.6 tahun penjara,” kata Imam.
Sementara terdakwa nanta penyelundupan Orang Utan, yg dimana hewan tersebut masih hidup, berbeda dengan gajah dimatikan utk diambil tulangnya, maka tidak mungkin hukuman Terdakwa nanta lebih berat.
Untuk itu agar tidak disparitas putusan maka Hakim memutuskan sebagaimana Terdakwa nanta divonis 1.5 tahun dibawah tuntutan jaksa”
Majelis hakim dengan segala pertimbangannya juga melihat bahwa Orangutan yang dibeli dari orang lain itu, masih bisa diselamatkan. Selain itu juga karena yang bersangkutan belum pernah dihukum sebelumnya.
“Kami berharap kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak, satwa yang dilindungi ini tidak boleh diperjualbelikan karena undang-undang secara tegas melarangnya,” jelas Imam.
Sementara itu, Legal Advokasi Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Nurul Ikhsan mengaku sedikit kecewa dengan vonis tersebut lantaran terdakwa sudah berulangkali memperjualbelikan satwa dilindungi.
Namun, Ikhsan menghormati vonis serta mengapresiasi kinerja penegak hukum terutama dalam menangani kasus perdagangan satwa dilindungi yang kini telah menjadi isu nasional bahkan internasional.
“Ini menjadi peringatan bagi kita semua, terutama bagi masyarakat agar tidak memperjualbelikan satwa yang dilindungi, selain sudah diatur di dalam undang-undang juga karena menyangkut kesinambungan ekosistem dan keseimbangan alam,” kata Ikhsan. []