Abi Hanafiah bin Abbas atau Teungku Abi, ialah Pimpinan Dayah MUDI MESRA Samalanga, termasuk salah seorang ulama besar dari Bireuen yang begitu besar jasanya dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Beliau merupakan salah seorang pimpinan Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga sebelum kepemimpinan abon Aziz bin Muhammad Shaleh.(menantunya). Namun, banyak diantara masyarakat yang kurang mengenal sosok dan sejarah hidup Teungku Abi, padahal jasa dan pengabdiannya kepada umat sangatlah besar.
TEUNGKU ABBAS, orang tua dari TEUNGKU ABI HANAFIAH menurut satu riwayat merupakan keturunan Arab yang bersambung nasabnya dengan Sayyidina ABU BAKAR SIDDIQ.
Namun karena kondisi masa penjajahan, nasab ini disembunyikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Hal ini menyebabkan bukti yang valid mengenai mata rantai keturunan TEUNGKU ABI tidak dapat ditemukan.
TEUNGKU ABBAS pergi ke Aceh bersama sembilan orang dari Mekkah sehingga mereka diistilahkan dengan kelompok sembilan.
TEUNGKU ABI menuntut ilmu dan belajar agama di IE LEUBUE pada TUNGKU SYIK DI PASI.
Setelah beberapa lama belajar pada Tgk. Chik di Pasi, TGK ABI melanjutkan pendidikannya untuk belajar ke Tanjongan pada :
TGK IDRIS. Tgk Idris memiliki tiga orang anak yaitu : Tgk Syihabuddin, Tgk Abdul Hamid dan Juwairiah. Karena tertarik dengan Teungku Abi, maka Tgk. Idris akhirnya menikahkan putri beliau Juwairiah dengan Teuku Abi.
Dari pernikahannya dengan Juawairiah, TEUNGKU ABI memiiki enam orang anak yaitu : TGK AMANUDDIN,
BADRIAH, TGK MAHYEDDIN, TGK AYAH (GUREE) JALALUDDIN, (mertua waled Nu), FATIMAH, dan AISYAH.
TGK SYIHABUDDIN BIN IDRIS merupakan pimpinan dayah MUDI Mesra Samalanga (1927-1935). Abdul Hamid bin Idris adalah orang tua dari Dr. Humam Hamid dan Ahmad Farhan Hamid. Dr. Humam Hamid pernah menjadi calon gubernur Aceh. Farhan Hamid pernah menjabat sebagai wakil ketua MPR RI. Aisyah merupakan Ibunda TU Bulqaini Tanjongan, Sekjen HUDA sekarang.
TGK ABI BELAJAR KE MEKKAH
Namun di awal-awal pernikahannya, TEUNGKU ABI sempat merasa malu dengan ibu mertuanya Ummi Fatimah karena keliru dalam membaca kitab. Ummi Fatimah menegur Teungku Abi seraya membaca matan bait Alfiyah untuk menunjukkan bahwa bacaan TEUNGKU ABI menyalahi kaidah ilmu Nahwu.
Karena merasa malu dengan keterbatasan ilmunya, akhirnya TEUNGKU ABI pergi ke Mekkah untuk semakin memperdalam ilmu nya. Di Mekkah TUNGKU HANAFIAH sempat menimba ilmu dan mengambil pengijazahan THARIQAT PADA SAYYID ABU BAKAR SYATTA, pengarang kitab I’anatuth Thalibin.
THARIQAT YANG DIPEROLEH DARI SAYYID ABU BAKAR SYATTA inilah yang kemudian diijazahkan kepada :
Abu Usman Ali Kuta Krueng (Abu Kuta). Sedangkan thariqat yang diijazahkan kepada ABU SEULIMUM oleh Teungku Abi bersanad kepada mertuanya TEUNGKU IDRIS.
TEUNGKU ABI juga sosok yang menjadi rujukan dalam penetapan hukum. Ketika diadakan acara muzakarah, biasanya TEUNGKU ABI hanya sibuk berzikir. Saat sudah ada keputusan, peserta muzakarah bermusyawarah dengan TEUNGKU ABI untuk meminta pendapat TEUNGKU ABI.
Terkadang meraka harus kembali membahas sati persoalan hingga empat kali sehingga baru mendapat persetujuan Teungku Abi. TEUNGKU ABI sosok yang paling dihormati di wilayah utara dan timur Aceh sebagaimana dihormatinya Abu Krueng Kale di wilayah barat, Banda Aceh dan sekitarnya.
MEMIMPIN DAYAH MUDI MESRA
Samalanga Berdasarkan beberapa tulisan yang menceritakan sejarah kepemimpinan MUDI Mesra, pada umumnya menyebutkan TEUNGKU ABI memimpin dayah MUDI setelah Tgk Syihabuddin (Abang Ipar nya Teungku Abi) meninggal dunia.
Namun berdasarkan riwayat yang lain dayah ini sebenarnya diserahkan langsung oleh Tgk. Syihabuddin untuk dikelola oleh TEUNGKU HANAFIAH BIN ABBAS dimasa hidupnya TGK SYIHABUDDIN.
Karena dayah MUDI ini merupakan dayah kerajaan yang sudah berdiri sejak masa Sultan Iskandar Muda, ABON CHIK SAMALANGA bertanya kepada Tgk Syihab :
“EK JEUT MAN DAYAH NYOE TA YUE DUEK BAK TEUNGKU ABI..?
”(Apakah bisa Tgk. Abi dijadikan sebagai pimpinan dayah ini ?).
Mendengar pertanyaan ini,
TGK SYIHABUDDIN BERKATA :
“MEUNYE HAN JEUT PANE MUNGKIN LON PEU JEUT KEU PARUI LON”
(Kalau memang tidak bisa bagaimana mungkin beliau menjadi sebagai adik ipar saya). Jawab Tgk syihabuddin.
Akhirnya kepemimpinan MUDI Mesra dipimpin oleh TEUNGKU KASIM. Di masa kepemimpinan TGK ABI, tidak banyak perubahan dari segi pembangunan asrama dari masa sebelumnya.
Hanya saja jumlah pelajar sedikit bertambah yang dulunya 100 orang putra kini menjadi 150 orang, sedangkan jumlah santriwati kurang lebih berjumlah 50 orang, sama seperti masa sebelumnya saat masih dipimpin oleh Tgk Syihabuddin bin Idris.
Meskipun jumlah muridnya tidak terlalu ramai, namun banyak dari murid TEUNGKU ABI menjadi Ulama yang sebagiannya juga memperdalam ilmu di tempat yang lain. Diantara murid-murid TGK ABI Adalah Abon Aziz dan juga ayah beliau TGK MUHAMAD SHALEH, ABU SEULIMUM,
ABON MUHAMMAD AMIN ARBI TANJONGAN, TGK MUHAMMAD JAMIL dan juga menantunya TGK ABDUL MUTHALLEB (abu di muluem) atau yang biasa dipanggil ABU IE LUENG, ABU KUTA KRUENG dan beberapa nama yang kemudian hari menjadi ulama.
Disamping itu ada juga teungku-teungku yang belajar pada TEUNGKU ABI diwaktu-waktu tertentu.
ABU HAMID ARONGAN misalnya diamanahkan oleh gurunya ABUYA JAILANI (kota fajar) agar selalu mengunjungi TEUNGKU ABI untuk beristifadah (mengambil faidah) pada beliau.
Dan ternyata ABU ARONGAN ketika pulang dari Kuta Fajar paling tidak dalam sebulan selalu berkunjung dan belajar pada TEUNGKU ABI sesuai wasiat gurunya.
TUNGKU ABI ADALAH, GURU IDOLANYA ABU SEULIMUEM.
ABU WAHAB SEULIMUM adalah murid TGK ABI yang sangat mengidolakan gurunya. Hampir setiap pengajian beliau menyebut nama gurunya Tgk. Abi Hanafiah. Banyak kenang-kenangan yang beliau peroleh pada masa menuntut ilmu di dayah MUDI dan belajar pada TGK ABI
Ketika Abu Wahab Selimum marah, anak-anaknya terkadang mengingatkan Abu, “Abu, Teungku Abi han tom bungeh-bungeh” (Abu, Teungku Abi tidak pernah marah).
Dengan seketika Abu Wahab terhentak saat mendengar disebut nama gurunya Teungku Abi. Begitulah kecintaan abu Wahab yang begitu mendalam kepada sosok gurunya TGK ABI.
Salah satu wasiat Teungku Abi kepada Abu Seulimum, “GATA TA WOE U GAMPONG SEUMEUBEUT MANTONG, BEK JAK MITA KAYA” (Kamu ketika pulang kampung fokuskan diri untuk mengajar, jangan sibuk mencari kekayaan).
AL KISAH
Ini Kisahnya Pada suatu ketika saat Abu Wahab sudah memiliki dua orang anak, beliau pergi membersihkan kebun, tiba-tiba tangan nya terkena parang (golok). Saat itu beliau langsung terbayang wajah Teungku Abi dan nasehat beliau agar jangan mencari kaya.
Maka mulai saat itu, Abu Wahab sama sekali tidak lagi berfikir soal mencari rezeki, beliau fokus untuk seumeubeueet (mengajar) seperti diwasiatkan oleh Teungku Abi. Disamping belajar ilmu agama, abu Seulimum juga sempat belajar ilmu bela diri pada TEUNGKU ABI.
TEUNGKU ABI dikenal jago bela diri dan beliau memiliki thariqat yang diambil dari gurunya dari desa Meuko, Ulee Gle. Selain kepada Abu Wahab Seulimum, ilmu bela diri ini juga diajarkan kepada Tgk. Muhammad Jamil.
TIDAK SETUJU DENGAN PEMBERONTAKAN
Salah satu sikap politis yang ditunjukkan oleh TGK ABI adalah beliau tidak setuju dengan pemberontakan DI/TII, karna menurut beliau tidak boleh hukumnya memberontak kepada pemerintah yang sah. Ketika Indonesia baru merdeka, ABU KRUENG KALEE PERNAH BERKUNJUNG KE MESJID RAYA SAMALANGA dalam rangka mengadakan rapat bersama para Ulama guna mengambil sikap tentang penentuan nasib Aceh.
ABU KRUENG KALEE, Tgk ABI dan beberapa ulama lainnya sepakat agar Aceh mendirikan negara nya sendiri. Namun hal itu tidak disetujui oleh Abu Daud Beureueh. Pada saat itu Abu Krueng Kale dan ulama lainnya menawarkan solusi lain kalau Aceh dijadikan Negara Bagian dengan membayar pajak kepada pemerintah Indonesia, namun lagi-lagi Abu Daud Bereueh tidak setuju.
Perbedaan sikap politik ini membuat suasana tegang antara pihak Abu Krueng Kale, TGK ABI dengan Abu Daud Beureueh. Namun akhirnya Aceh bergabung dengan Indonesia karena Abu Daud Beureueh tetap ngotot dengan keputusannya.
Ketika Abu Daud Beureueh menggerakkan pemberontakan DI/TII, Teuku Abi menolak untuk ikut terlibat. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Abu Krueng Kale. Dalam hal ini, Teungku Abi menilai pemberontakan kepada pemerintah yang sah tidak dibolehkan dalam agama.
Mereka sebenarnya telah lebih dahulu mengusulkan agar Aceh berdiri sendiri, namun ketika keputusan yang diambil adalah bergabung dengan Indonesia, maka taat kepada Pemerintah sudah menjadi bagian dari kewajiban.
TUNGKU ABI ADALAH ULAMA YANG ZUHUD DAN SEDERHANA.
TEUNGKU ABI dikenal sebagai sosok yang zuhud dan hidupnya sederhana. Beliau sering berkhulwah (mengasingkan diri) memfokuskan diri dalam beribadah kepada Allah Swt.
TGK ABI juga sering berpuasa.
Salah satu kebiasaan TEUNGKU ABI, beliau selalu berbuka puasa di dayah dan mengajak santri menemaninya setelah Ummi Juwairiyah menyiapkan makanan buka puasa kepada TEUNGKU ABI, makanan itu selalu dibawanya ke dayah agar suasana keakraban dengan santri lebih terasa. Bila ada orang yang menyumbangkan kain sarung kepada TEUNGKU ABI, beliau akan memakainya walau hanya satu kali.
Setelah itu sarung-sarun itu dihadiahkan kepada orang lain. TEUNGKU ABI juga memiliki gaji karena menjabat jabatan Qadhi. Jabatan qadhi ini wilayahnya sedikit lebih besar dari KUA karena mencakup wilayah Samalanga, Ulim dan Peudada.
Setiap tanggal 5 awal bulan yang biasanya TGK ABI gajian, banyak masyarakat yang datang ke rumah TGK ABI karena mereka sudah tau Tgk Abi akan membagi-bagikan gajinya kepada masyarakat.
Hingga Dewasa TEUNGKU ABI terkadang juga enggan menerima harta waqaf. Bagi TEUNGKU ABI menerima harta waqaf adalah amanah yang tanggung jawab nya sangat besar.
TEUNGKU ABI khawatir kalau anak cucunya tidak dapat mengelola tanah WAQAF ini dengan baik seperti yang diinginkan oleh pihak pewaqaf. Karena itu, Teungku Abi lebih memilih sikap hati-hati (ihtiyath) degan tidak sembarang menerima harta waqaf.
TAWADHU’ DAN RENDAH DIRI
TEUNGKU ABI tidak terlalu berharap kemuliaan di sisi manusia. TGK ABI tidak ingin orang-orang menjadi repot karena harus memuliakan beliau. Bila orang-orang tau TEUNGKU ABI ingin pergi ke pasar Samalanga,
di desa Kandang orang-orang sudah menghentikan sepedanya untuk menunggu lewatnya TEUNGKU ABI.
Hal ini menunjukkan besarnya penghormatan masyarakat kepada ulama pada masa itu. Oleh karena itu, Teungku Abi sengaja mencari jalan-jalan tikus melalui lorong-lorong rumah agar orang-orang tidak menjadi terganggu dan sibuk menunggu kedatangannya.
TEUNGKU ABI juga tidak merasa malu untuk bertanya kepada murid-muridnya. biasanya ketika ada persoalan tertentu yang tidak bisa dijawab, TGK ABI ikut mengajak murid-muridnya pergi bersama-sama untuk bertanya kepada ABU DI ULEE CE’UE yang yang akrab disapa TEUNGKU ‘ARABI.
Hal ini menunjukkan betapa tawadhu’nya Teungku Abi yang tidak merasa malu untuk belajar bersama-sama muridnya. Sikap tawadhu’ ini banyak juga ditunjukkan dalam hal-hal lainnya.
SUMUR TEUNGKU ABI
Salah satu hal yang membuat nama TEUNGKU ABI selalu terdengar hingga sekarang adalah sumur yang dido’akan oleh TEUNGKU ABI hingga sekarang menjadi sumber air minum bagi santri-santri yang belajar di dayah MUDI MESRA.sekarang terletak di dalam mesjid.
Sumur ini dido’akan oleh TEUNGKU ABI agar layak diminum oleh santri dan menyehatkan.
ALHAMDULILLAH, Santri dayah MUDI tidak perlu memasak air atau membeli air minum isi ulang karena air sumur yang dido’akan oleh TEUNGKU ABI cukup untuk seluruh santri MUDI yang kini mencapai 7000 orang.
Dulunya sumur ini dapat dilihat dengan jelas, namun setelah perluasan Mesjid Raya Samalanga pada awal 2010, sumur ini sedikit tertutup karena sudah masuk dalam bagian mesjid. Walau demikian, sumur ini tidak diganggu dan masih difungsikan hingga sekarang.
MENINGGAL DUNIA TEUNGKU HANAFIAH BIN ABBAS PADA TAHUN 1958.
Jasad beliau dikebumikan dibelakang Mesjid Raya Samalanga. Setelah TEUNGKU ABI MENINGGAL, dayah ini sempat ditawarkan untuk dipimpin oleh anaknya TEUNGKU AMANUDDIN, namun beliau menolaknya.
Akhirnya jabatan pimpinan dayah ini diserahkan kepada ABON ABDUL AZIZ BIN MUHAMMAD SHALEH, yang merupakan menantu beliau. Abon Abdul Aziz bin Muhammad Shaleh menikah dengan Fatimah binti Hanafiah, anak ke-5 dari Tgk. Hanafiah bin Abbas.
DAYAH MUDI MESRA SAMALANGA.
Dayah MUDI Mesjid Raya ini telah didirikan seiring dengan pembangunan Mesjid Raya yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).
Pimpinan dayah ini yang pertama dikenal dengan nama TUNGKU FAQEH ABDUL GHANI. Namun sayang khazanah ini tidak tercatat, berapa lama beliau memimpin lembaga ini, dan siapa penggantinya kemudian.
Barulah pada tahun 1927, dijumpai secara jelas catatan tentang kepemimpinan Dayah ini. Dari tahun ini Dayah dipimpin oleh al-Mukarram TGK SYIHABUDDIN BIN IDRIS dengan para santri masa itu berjumlah 100 orang putra dan 50 orang putri.
Mareka diasuh oleh lima orang tenaga pengajar lelaki dan dua orang guru putri. Sesuai dengan kondisi zaman pada masa itu, bangunan asrama hunian para santri merupakan barak-barak darurat yang dibangun dari bambu dan rumbia.
SETELAH TGK SYIHABUDDIN BIN IDRIS wafat pada tahun 1935 Dayah dipimpin oleh adik ipar beliau al-Mukarram TGK HANAFIAH BIN ABBAS atau lebih dikenal dangan Laqab : TUNGKU ABI.
Jumlah pelajar pada masa kepemimpinan beliau sedikit meningkat menjadi 150 orang putra dan 50 orang putri. Kondisi fisik bangunan asrama dan balai pengajian tidak berbeda dengan yang ada pada masa kepemimpin TGK H. SYIHABUDDIN BIN IDRIS, masih berbentuk barak-barak darurat.
Dalam masa kepemimpinan beliau, tugas memimpin dayah sempat diperbantukan kepada TGK M SHALEH selama dua tahun, yaitu ketika beliau berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji dan menimba ilmu pengetahuan.
Setelah TGK H. HANAFIAH WAFAT (1964 M) pesantren tersebut dipimpin oleh salah seorang menantu beliau, yaitu : TGK ABDUL AZIZ BIN M. SHALEH.
Almukarram yang kerap disapa dengan panggilan ABON ini digelar “AL-MANTIQI” karena spesialisasi beliau dalam bidan logika. Beliau adalah murid dari ABUYA MUDA WALI pimpinan Dayah Bustanul Muhaqqiqin DARUSSALAM LABUHAN HAJI ACEH SELATAN.
Semenjak kepemimpinan beliau, pesantren tersebut terus bertambah muridnya terutama dari Aceh dan Sumatera. Dari segi sarana dan prasarana pun sudah mengalami perkembangan. Pembangunan tempat penginapan mulai diadakan perubahan dari barak-barak darurat kepada asrama semi permanen berlantai dua dan asrama permanen berlantai tiga.
Untuk pelajar putri dibangun asrama berlantai dua yang dapat menampung 150 orang sandri di lantai dua, sedangkan lantai dasar digunakan untuk mushalla.
Setelah TGK ABDUL ’AZIZ BIN M. SHALEH wafat pada tahun 1989, pergantian kepemimpinan dayah ini ditetapkan melalui kesepakatan para alumni dan masyarakat.
Setelah melalui permusyawaratan, para alumni mempercayakan kepemimpinan dayah kepada salah seorang menantu Abon, yaitu TGK H. HASANOEL BASHRY BIN H. GADENG. (ABU MUDI).
Beliau adalah murid senior lulusan dayah itu sendiri yang sudah berpengalaman mengelola kepemimpinan dayah semenjak ABON mulai sakit-sakitan.
Di masa kepemimpinan ABU MUDI, dayah tersebut mengalami kemajuan yang pesat. Jumlah pelajar yang menuntut ilmu pada dayah tesebut semakin bertambah. Para pelajar ini datang dari berbagai daerah baik dari dalam maupun dari luar Provinsi Aceh.
PIMPINAN DAYAH MUDI MESJID RAYA DARI MASA KE MASA: TGK FAAEH ABDUL GHANI.
(tidak ada data tahun), TGK SYIHABUDDIN BIN IDRIS (1927-1935), TGK HANAFIAH BIN ABBAS (1935-1964), TGK ABDUL `AZIZ BIN M. SHALEH (1964-1989), TGK HASANOEL BASHRI BIN H. GADENG (1989-sekarang).
sumber Mudi mesra, Lp/Afrizal MaRzuki dan Tgk Muhammad Ardian