Infoacehtimur.com, Aceh Timur – Satu tahun sejak pembangunannya, Pasar BUMDes Alue Gadeng di Kecamatan Birem Bayeun, Kabupaten Aceh Timur, tampak terbengkalai tanpa aktivitas.
Proyek yang menelan anggaran Rp 90 juta itu kini hanya menjadi bangunan kosong tanpa kejelasan pemanfaatan.
Dibangun pada Ramadan 2024, pasar ini awalnya dirancang untuk mendukung perekonomian desa.
Namun, berdasarkan pantauan di lokasi, hingga Ramadan 2025 M/1446 H, tak ada tanda-tanda pemanfaatan pasar tersebut.
BACA JUGA: Melalui Ketua Dewan Komite UKM Langsa, Ilham Pangestu Bantu BUMDes Rp75 Juta
BACA JUGA: Patut di Contoh: Desa di Aceh Jaya Patungan Bangun Pabrik Sawit Milik Bersama
Seorang warga setempat mengungkapkan bahwa mereka hanya mengetahui pasar itu dibangun oleh BUMDes, tetapi tidak mengetahui sumber dananya.

“Kami dengar ini proyek BUMDes, tapi soal dananya dari mana, kami tidak tahu. Sampai sekarang juga tidak dipakai,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Tidak adanya papan informasi proyek juga menimbulkan tanda tanya.
BUMDes yang seharusnya berperan dalam menggerakkan ekonomi desa justru terkesan mangkrak.
Warga pun mempertanyakan efektivitas penggunaan dana desa.
“Kalau memang ada anggaran Rp 90 juta, kenapa pasar ini tidak difungsikan? Sayang sekali kalau hanya dibiarkan,” kata warga lainnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak pemerintah desa belum dapat konfirmasi untuk memberikan penjelasan resmi.
Jika terbukti ada ketidaksesuaian dalam penggunaan anggaran. Maka, persoalan ini berpotensi masuk ranah hukum, baik melalui inspektorat daerah maupun aparat penegak hukum lainnya.
Warga meminta transparansi agar dana desa dimanfaatkan sesuai kepentingan masyarakat, bukan sekadar proyek terbengkalai.
Terlepas dari semua itu, sebagai informasi. Apa itu BUMDes? Adalah (Badan Usaha Milik Desa) keberadaan BUMDes bertujuan untuk memberikan peluang usaha bagi warga desa, menciptakan lapangan kerja, serta mengoptimalkan sumber daya yang ada.
Usaha yang dijalankan bisa beragam, mulai dari pengelolaan hasil pertanian, perikanan, hingga jasa keuangan dan wisata desa.
Namun, tidak semua BUMDes berjalan sesuai harapan. Ada beberapa desa yang sudah membangun BUMDes, tetapi usahanya tidak beroperasi atau bahkan terbengkalai.
Hal ini tentu menimbulkan berbagai dampak negatif, terutama jika desa tersebut tidak memiliki pasar atau pusat ekonomi yang aktif.
Pemerintah desa yang tidak transparan dalam mengelola BUMDes, biasanya bisa menghadapi konsekuensi hukum.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dana desa harus digunakan secara akuntabel dan sesuai peruntukannya.
Jika ditemukan penyalahgunaan atau laporan keuangan yang tidak jelas, aparat penegak hukum seperti Kejaksaan atau KPK bisa turun tangan.
Beberapa pelanggaran yang bisa menjerat pemerintah desa meliputi, penyalahgunaan dana desa, menggunakan anggaran BUMDes untuk kepentingan pribadi atau yang tidak sesuai peruntukan.
Kemudian disinyalir manipulasi laporan keuangan, tidak membuat laporan yang jujur atau menyembunyikan penggunaan dana.
Terlebih adanya indikasi penyuapan atau kolusi yang melibatkan pihak tertentu dalam proyek BUMDes tanpa melalui prosedur yang benar.
Kesimpulan
BUMDes seharusnya menjadi motor penggerak ekonomi desa. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, bukan hanya aset dan dana yang terbuang sia-sia, tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa bisa runtuh.
Oleh karena itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUMDes sangat penting agar manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat.***